Saturday, March 9, 2013

Sakura: Diantara Derita dan Harakiri…



Aku tak bisa mengerti kenapa orang-orang bisa melakukan harakiri. Mereka melakukan hal itu hanya karena menghadapi masalah sepele. Mereka lebih memilih untuk melarikan diri daripada menghadapi dan mencari solusi untuk masalahnya itu. Padahal menurutku masalah yang mereka hadapi masih belum seberapa dibandingkan masalah yang aku alami.

Namaku Sakura,aku adalah gadis dari keluarga biasa.Namun yang membuatku luar biasa adalah cobaan hidup yang aku alami.Aku merupakan anak terkecil dari 8 bersaudara.Ketika berumur 10 tahun ibuku meninggal.Aku pun memiliki ibu baru yang berusaha untuk merebut ayahku dan memporak-porandakan keluargaku.Dari situlah penderitaan-penderitaanku dimulai…

Setelah ayahku menikah dengan Keiko, aku tinggal bersama 3 kakak laki-lakiku di Tokyo.2 kakak laki-lakiku tinggal di Belanda.Aku hanya memiliki 2 kakak perempuan dan mereka semua ikut suaminya untuk tinggal di luar negeri,Barcelona dan italia tepatnya.Aku berusaha untuk bisa lebih mengurus diriku sendiri dan mengurus kakakku.Aku belajar untuk mengurus rumah,memasak,menyiapkan makan dan lain-lain untuk mereka.Padahal aku masih terlalu kecil untuk itu semua.Aku tak seperti anak lain yang masih dimanja dan dipenuhi semua keinginannya.Aku berusaha keras untuk menghilangkan kemanjaanku dan tidak mengikuti nafsu hatiku untuk memenuhi semua yang kuinginkan.Aku berusaha untuk tegar dan mandiri.Meskipun dalam hati aku merasa belum ingin untuk menjadi seperti itu namun aku berjuang.

Ratapan hati Sakura: “Bila memang tlah seperti ini jalannya aku tak mungkin berlari, hanya ini yang harus kuhadapi, karena aku adalah aku maka akan kubuktikan pada dunia bahwa aku mampu lewati ini semua…”

***

Ketika itu,aku pernah tinggal serumah dengan keiko dan ayahku namun aku tidak sanggup. Satu hari kulewati bagaikan setahun, Keiko berwatak keras. Selain itu dia cerewet. Bila tidak suka dia akan terus mengomeliku sepanjang hari. Dan satu hal yang membuatku tak menyukainya adalah dia sangat gila hormat. Aku harus selalu memahaminya sedangkan dia tak pernah memahamiku.Harusnya disaat dia memutuskan untuk menjadi ibu tiriku, dia menyadari segala konsekuensi memiliki anak-anak tiri yang telah beranjak dewasa dan berusaha mencoba bersikap selayaknya ibu. Namun dia tak mengerti itu.Aku sadar aku takkan mampu bertahan di bawah bayang-bayang Keiko.Aku pun memutuskan untuk kabur,kembali kerumahku di Tokyo…Hidup dengan kemandirian…

***

Setelah setahun tinggal bersama kakak-kakakku, Aku dihadapkan pada masalah baru.Abangku, Jun yang tinggal di Kyoto memintaku untuk tinggal bersamanya.Untuk menemani istrinya midori dan anaknya megumi. Aku menolak dan hampir satu tahun lamanya ia tidak mengaggapku.Ia tidak pernah menyapaku bahkan peduli padaku. Ia dan istrinya sama-sama seperti membenciku. Aku pun lelah karena setahun merasa dimusuhi mereka.oleh karena itu aku mengalah dan memutuskan untuk ikut ke Kyoto. Dengan berat hati aku pun tinggal disana…

Ratapan hati sakura : “Tuhan,haruskah aku selalu seperti ini?selalu dihadapkan pada pilihan yang sulit?dalam hati aku ingin berteriak namun aku bertahan,mencoba menapaki semua jalan ini…suatu saat nanti akankah datang padaku jalan tanpa bongkahan batu ini?ataukah aku harus tetap menapaki semua ini meskipun kaki ini telah terluka dan tak mampu berlari?”

***

Hari-hari baru pun dimulai…Awalnya aku memang merasa senang tinggal disana. Mereka memenuhi kebutuhanku,segala sesuatu begitu mudah. Aku tak lagi harus memasak sendiri, membereskan rumah dan mengkhawatirkan abang-abangku. Namun ternyata materi tidak bisa membeli kebahagiaan hati. Awalnya midori sangat baik dan manis kepadaku tapi lama-lama semuanya terbongkar. Babak penderitaanku di mulai. Kali ini begitu membuatku sakit hati. Aku pun tak sanggup. Aku benar-benar menderita.
                   
***

Ratapan hati sakura : “aku ingin lari, aku ingin pergi, jauh dari sini…Lelah berdiri…lelah menanti…tak ingin berharap lagi…semua hanya palsu…semua hanya semu…Jadi biarkanlah aku…!!!”

***

Penderitaan yang aku alami dari hari ke hari tiada henti.Aku hidup disana seperti hidup di neraka.Aku seperti pembantu.Setiap hari aku bangun jam 4 pagi untuk membereskan rumah.Aku mencuci piring, menyapu, mengepel bahkan membuat sarapan pagi. Jika aku terlambat bangun Midori seperti setan bertanduk 10. Tak ada senyum di raut wajahnya. Tak ada sapa bahkan yang ada ia hanya memarahiku sambil berlalu. Sungguh hatiku sakit!!!

Namun jika siang hari menjelang hatiku menjadi sedikit tenang. Midori pergi ke kantor dan pulang jam 7 malam. Aku pun bisa menghirup udara segar dunia ini…

Namun jika malam menjelang hatiku kembali menjadi sempit. Aku tak ingin malam datang, karena midori pulang. Setiap ia akan pulang hatiku selalu deg-degan dan bertanya-tanya apakah mood midori hari ini bagus?karena jika moodnya bagus ia akan sedikit mencair. Namun jika moodnya jelek ia akan membuatku menangis dalam hati lagi karena takkan ada senyum takkan ada sapa. Bahkan dia takkan menawarkanku untuk makan dan menganggapku seolah-olah tak ada disana. Sungguh ia keterlaluan!Setiap malam aku hanya berdiam diri dikamar, meratapi nasibku, menangis dan hanya bisa menulis semua penderitaanku. Dinding kamar, boneka-boneka dan segala sesuatu yang ada di kamarku menjadi saksi bisu semua penderitaanku kala itu. Midori tak pernah tahu beban batinku. Seolah aku baik-baik saja disana, namun sesungguhnya hidup disana benar-benar membuatku terkekang. Sangat menderita. Ingin menangis sejadi-jadinya.

Biasanya Aku pulang ke Tokyo seminggu sekali namun Midori dan abangku lama-lama tidak suka. Untuk memenui keluargaku sendiri pun aku tak bisa..ooohhhh….Aku pun mengalah, aku tak pulang ke Tokyo. Setiap hari aku ada disana tapi aku pun membutuhkan hiburan. Aku pun bermain bersama teman-temanku. Namun ternyata itu pun salah!ketika itu ada temanku menelpon ke rumah, telpon itu diangkat oleh abangku dan ternyata sebelum aku mengangkatnya, abangku menutup telpon itu. Ya Tuhan aku tak tahu apa yang harus kulakukan…

Ratapan hati Sakura : “Tanyakanlah padaku betapa berharganya waktu, betapa berharganya detik menuju menit, menit menuju jam, pagi menuju malam dan malam kembali pagi…bila kau merasakan yang kualami sungguh kau akan tahu betapa berharganya waktu…”

By : Meirina Adityani
Cipanas- Cianjur Jawa Barat



Artikel Terkait:

0 Comments
Tweets
Komentar FB

0 komentar :

Post a Comment