Wednesday, January 9, 2013

Mata



Hari ini aku akan pergi ke rumah sakit lagi. Katanya ini hari terakhir mataku diperban. Jadi aku pergi untuk melepaskan perban ini. Mama bilang, setelah perbanku dibuka, aku bisa melihat lagi.
Ya, mataku memang terluka setelah kecelakaan bulan lalu. Mungkin saat itu aku tidak hati-hati. Perhatianku pun tidak fokus pada jalanan. Maklum, aku terlambat masuk sekolah. Jadi aku memacu sepeda motorku dengan kecepatan tinggi.

Hal terakhir yang bisa kulihat adalah mobil besar di depanku juga gerobak bakso di sisi jalan. Aku ingin menyalip mobil besar itu dari kiri, namun ternyata ada gerobak bakso yang berjalan perlahan. Memang di sisi jalan, tapi cukup untuk menghalangi jalanku. Entah berapa kilometer per jam kecepatan sepeda motorku saat itu. Yang kutahu, ketika aku coba mengerem, tubuhku terlempar beberapa meter dari sepeda motorku. Entah mengenai apa, aku tak dapat mengingatnya. Setelah itu, mataku sudah begini, terbungkus perban yang tebal. Ugh, sangat tidak nyaman!

Tapi semua ketidaknyamanan itu akan segera berakhir, bukan? Hari ini perbanku itu akan dilepaskan.
Melakukan sesuatu tanpa melihat itu memang bukan hal yang mudah, tapi tak terlalu sulit juga untukku. Mama bilang cara belajarku auditorial. Aku bisa mengingat dengan baik apa yang kudengar. Bahkan lebih baik dibanding mengingat apa yang telah kubaca. Karena itu, aku sering meminta sahabat-sahabatku membacakan pelajaran yang sedang mereka pelajari. Dengan begitu aku jadi bisa ikut belajar.

Kali ini pun begitu. Selama sebulan ini, sahabat-sahabatku jadi semakin sering belajar di rumahku. Kadang kala sampai menginap. Aku senang sekali. Jadi, walaupun aku tidak belajar di sekolah selama sebulan, aku masih bisa mengikuti pelajaran dengan baik.

Aku serius! Tidak bisa melihat itu bukan hal yang terlalu sulit. Aku masih bisa melakukan banyak hal dengan baik, meskipun pada awalnya aku membutuhkan bantuan. Ini seperti permainan ketika aku masih kecil dulu, meraba-raba benda dengan mata tertutup lalu menebaknya. Namun kali ini bukan permainan satu atau dua jam. Permainan ini harus kumainkan selama satu bulan. Dimana ada empat minggu dengan tiap minggunya ada tujuh hari dan tiap harinya ada dua puluh empat jam. Selama itu, tanpa henti aku melakukannya hingga hari ini. Tapi ayolah! Hari ini aku bisa melihat dunia lagi setelah perbanku dibuka. Setidaknya itulah yang Mama katakan.

Bosan? Aku berbohong bila aku mengatakan bahwa aku tak pernah bosan selama sebulan ini. Bahkan aku sering kali geram dan ingin membuka perban dengan tanganku sendiri. Tapi Mama melarangku. Katanya lukaku belum kering. Jika aku membuka sebelum waktunya, ada kemungkinan mataku tak akan sembuh atau bahkan selamanya tak bisa melihat lagi. Jadi aku mengurungkan lagi niatku.

Saat seperti itu biasanya tetanggaku akan datang. Mungkin Mama yang memanggilnya, aku tak peduli. Yang jelas ia selalu bisa menghilangkan rasa bosanku. Kami akan bernyanayi berjam-jam sampai tenggorokan kami kering atau sampai tangannya pegal karena terus menerus memetik gitar. Setelah itu kami akan mengobrol tak tentu arah sambil menyantap makanan ringan yang Mama sediakan. Aku senang dan perasaanku selalu lebih baik setelah itu. Jangan tanyakan ia siapa! Kau bisa membuat pipiku memerah jika menanyakannya.

“De, udah siap belum? Ayo kita ke rumah sakit sekarang!” Itu suara Mama. Suaranya pelan namun dekat. Mama pasti ada di dalam kamarku juga.

“Iya, Ma. Ade udah siap, kok,” jawabku. Mama menuntunku. Aku bisa merasakan tangannya yang lembut.

Anak tangga. Pasti setelah ini dapur, ruang makan, lalu ruang keluarga. Setelah itu ada ruang tamu, barulah aku bisa keluar. Selama sebulan ini aku mencoba menghapal semua letak ruangan dan perabotan di rumah. Aku tak ingin menabrak koleksi Mama. Nanti pecah. Mama mungkin tak akan marah. Mama terlalu baik hati untuk itu, tapi aku tak mau Mama semakin repot karena aku. Karena itu, aku berusaha sungguh-sungguh hingga akhirnya aku bisa menghapal sebagian besar letak perabotan.

Kali ini aku pasti sudah ada di teras depan. Ada angin lembut yang menyibakan rambutku. Segar sekali rasanya.

Oh iya, rambutku! Bagaimana kondisinya, ya? Sudah satu bulan aku tak melihat rambutku sendiri. Aku hanya bisa menyentuh dan menciumnya. Padahal dulu aku sering sekali berlama-lama di depan cermin hanya untuk menyisir atau mengikat rambutku. Sering juga kupakaikan beberapa jepit rambut koleksiku. Setelah itu aku akan tersenyum dan berpose seakan-akan ada kamera yang siap mengabadikan setiap gerak-gerikku.

Oh, aku rindu adegan itu!

Ini… ini pasti mobil kakak. Aku bisa mencium pengharum mobil kakak. Bau jeruk. Kakak memang suka sekali jeruk. Semua parfumnya berbau jeruk. Minuman favoritnya pun es jeruk. Jeruk dan jeruk. Karena itu aku bisa dengan mudah membedakan barang-barang kakak dengan barang yang lain. Cium saja. Jika baunya seperti jeruk, berarti itu punya kakak.

Sekarang sepertinya mobil sudah mulai melaju. Aku bisa mendengar suara mesinnya juga merasakan guncangannya. Aku mulai berdebar-debar. Tak sabar untuk melihat warna-warni dunia lagi.
Sempat aku berpikir, bagaimana bila selamanya aku tak bisa melihat? Hidup dalam dunia hitam dan sepi. Aku tak mau itu! Tapi aku tak takut jika hal itu terjadi. Mama bilang, apapun yang terjadi kini atau pun nanti, aku tak akan pernah sendiri. Mama, Papa, dan Kakak tak akan pernah malu dengan kondisiku, juga tak akan pernah meninggalkanku sendirian. Sahabat-sahabatku juga mengatakan hal yang sama. Begitu pun dengan tetangga dekatku yang kini ketampanannya tak bisa kulihat lagi. Aku senang sekali bisa memiliki orang-orang sebaik mereka.

Tapi Mama bilang aku tak perlu memikirkan hal seperti itu. Sebentar lagi perbanku akan dibuka dan aku bisa melihat lagi.

Umm… bau rumah sakit. Ya, aku sudah sampai di rumah sakit yang kutuju. Aku tak tahu rumah sakit apa ini. Aku lupa menanyakannya pada Mama.

Setelah beberapa menit menunggu, kini tiba saatnya aku masuk ke ruangan dokter. Aku mendengar dokter itu menyapa Mama dan Papa. Dari suaranya, sepertinya ia dokter yang sama yang telah menanganiku selama satu bulan ini.

Aku duduk di sebuah tempat yang memiliki buntalan busa yang empuk dan nyaman. Lalu aku merasakan sebuah logam dingin menempel di pelipisku. Itu pasti gunting yang dipakai untuk menggunting perbanku.

“Jangan sampai rambut saya tergunting, ya, Dok!” pintaku. Setelah kupikir lagi, itu permintaan yang kekanakan, tapi sudahlah.

“Iya, de, tenang saja,” jawab dokter lembut.

Lalu aku merasa perbanku semakin longgar, longgar, dan longgar. Hingga akhirnya tak ada lagi di kepalaku. Sesuatu yang menempel di mataku pun diambil. Mungkin itu kapas. Aku masih membiarkan kelopak mataku terkulai. Jantungku semakin berdebar.

“Sekarang boleh dibuka matanya, De. Dibuka pelan-pelan, ya!” ujar suara dokter.

Aku menurut saja. Dengan perasaan yang masih juga berdebar, aku mulai menggerakan otot-otot di kelopak mataku. Perlahan bola mataku mulai terkena udara dan…. Terang! Namun tak ada apapun yang bisa kulihat. Oh Tuhan, bagaimana ini??

By : Sanny Hafidhoh Siti Nururrohmah
Cileunyi - Bandung



Artikel Terkait:

16 Comments
Tweets
Komentar FB

16 komentar :

  1. Waaah... bagus sekali Sanny...

    ReplyDelete
  2. masyaAllah... ending yang menusuk...
    ambil amanatnya: 1. tetap fokus pada jalan saat mengemudi, 2. selalu bersyukur...

    ReplyDelete
  3. aku suka alurnya. soalnya sebenernya ini beda sama tipe cerpen aku. hehe

    ReplyDelete
  4. Mangstab nih cerita nya. Ending nya juga keren. Carry on sany!!
    Gung hoo

    ReplyDelete
  5. pemaparannya itu looohh, ga berantakan. good job sany. aku kira endingnya bakalan...... tapi ya sudahlah, terus berkarya sanyyyy

    ReplyDelete
  6. bagus sanny, bener kata eka pemaparannya ga berantakan, jadi kebawa sama alurnya hehe terus be creative ;)

    ReplyDelete
  7. kereeennn. bikin ngebayangin dan bersyukur. Tapi terlalu cepet ceritanya beres :(

    ReplyDelete
  8. Endingnya gantung saaaaan T-T Itu teh si 'aku'nya akhirnya gak bisa ngeliat lagi? Jadi buta permanen? Aku ngiranya 'terang' itu karena matanya belom terlalu bisa menyesuaikan, hehe sudahlah lupakan, aku sotoy deng kkk ._.
    Overall, bahasanya rapi kok, ringan juga, jadi asik aja pas baca :3
    Terus berkarya ya, saaan kkk :3

    ReplyDelete
  9. hebat,keren,soal ending ngegantung,sengaja kali ya,biar pembaca penasaran or bikin lanjutan sesuai selera hehe.cuma kecepetan,lagi enak baca keburu habis.Good luck,moga dapet yang dimaui.

    ReplyDelete
  10. selaaalu ngebuat merinding deh cerpen cerpen kamu tuuuuh,,

    truss berkarya neeeng

    ReplyDelete