Saturday, January 5, 2013

Oh, Murid Baru...!



"Serial NOSTALGI (Nova, Sigi, Tata, Aldo dan Ginna)  ini menceritakan dinamika remaja putih abu-abu di masa awal tahun 90, berlokasi di kota Surabaya. Sekedar mengenang masa-masa remaja jadul yang agak beda dengan remaja jaman sekarang....Selamat ber-nostalgi!"


Jam 7 kurang 5 menit, gerbang SMAN 24 Surabaya yang berdiri sendirian di area komplek perumahan penduduk itu langsung riuh oleh suara motor-motor yang dikendarai para remaja putih abu-abu yang saling berebut masuk pintu gerbang sekaligus berebut mencari parkiran di area yang kurang menampung kendaraan andalan para siswa tersebut. 

Pak Joko, satpam sekolah, sudah bersiap menutup gerbang yang tingginya tidak lebih dari 2 meter itu. Setelah yakin tidak ada lagi motor siswa yang akan masuk, dan mengingat jarum panjang jam sudah makin merapat ke angka 12, dan setelah mengakhiri pengamatannya dengan celinguk kiri celinguk kanan (mirip maling jemuran?!), pak Joko langsung menutup gerbang dengan menariknya sekuat tenaga sampai badannya melengkung. 

Maklum, pria awal 50-an ini bisa dibilang berperawakan agak jauh dari gemuk, sehingga perlu tenaga ekstra untuk menarik pagar yang roda besinya mulai karatan dan kurang minyak itu.

Tiba-tiba entah darimana datangnya, melesat dua tubuh tanpa suara menuju gerbang yang semakin menyempit celahnya itu. Seorang yang bertubuh tinggi langsing meliuk lincah dan berhasil masuk dengan sukses, sedangkan yang terakhir nyaris berhasil andai saja Pak Joko agak sedikit lambat.

Alhasil, tubuh kedua yang ukurannya bahkan sedikit lebih tipis dari pak Joko itu berhenti di tengah jalan.
 “Lho, kok sudah mentok?” Pak Joko bingung kenapa punggungnya sudah mengenai tembok.
“Ugh....uggghhh....pak, nggak bisa napaaaasss niiihhh....”

Pak Joko heran mencari asal suara yang dekat tapi tak nampak wujudnya itu.
“Lho....ngapain kamu di situ?” Pak Joko kaget melihat ada orang di belakangnya, tanpa berniat bergeser, karena dia sendiri terjepit.
“Kejepit Bapaaakkk....” Suara yang belum kelihatan wajahnya itu terdengar menderita.
“Lho?!” Pak Joko langsung buru-buru mendorong gerbang lagi dengan susah payah.

Sigi langsung melompat keluar dari perangkap. Tersengal-sengal berusaha menghirup udara. Sementara temannya tadi, sudah raib entah kemana.
“Bapak gimana sih, masa nggak lihat ada saya....?!” Sigi bersungut-sungut sambil mengusap sebelah pipinya yang agak perih terkena tembok pagar yang kasar.
“Maap mas Sigi....makanya jangan suka datang mepet-mepet, wong rumah cuma sepelemparan batu jaraknya dari sini kok tiap hari datangnya ngepas tho...” Pak Joko malah gantian yang ngomel-ngomel.

Sigi cuma melengos dan segera berlari ke kelas sebelum kepergok Pak Arul, KepSek mereka.
“Jangkrik!....Kamu ini Nov, aku ditinggal di depan....untung nggak ketahuan Pak Arul, kalo ketauan kan bisa kena setrap aku!” Sigi ngomel panjang pendek kepada Nova, kawannya yang tadi seperjalanan menerobos gerbang.

Yang diomeli cuma cengar-cengir tanpa berniat membela diri.   
Semua siswa 2 A Fisika langsung duduk manis dengan tangan dilipat di atas bangku saat Bu Nana, guru mata pelajaran bahasa Inggris yang manis, masuk kelas sambil diikuti seorang cowok berwajah dan berpenampilan keren.

Kelas langsung gaduh oleh gumaman-gumaman yang terdengar seperti dengungan lebah.
“Siapa tuh, Nov? Anak baru, ya?” Bisik Aldo yang duduk di seberang Nova.

Nova mengendikkan bahu tanpa menoleh.
“Yang jelas bukan sodaraku, Do....Lha kan kita sama-sama baru liat ini....” Jawab Nova.
“Cuit cuiittt, aseeekkk....ada nyu-komer manis, rek....Boleh neh....” Puput, si centil bertubuh tinggi kekar yang selalu merasa imut itu langsung berkomentar dengan antusias.
“Heh, coba itu yang nyeletuk, mbok ya jangan kesenengan dulu....Biarpun di-boleh-in, emangnya si manis mau sama situ?!” Dari bangku belakang, Aldo yang volume suaranya sama dengan ukuran tubuhnya, lebar x tinggi = XXL, menimpali Puput .

Yang diledek hanya mencibir.
“Sudah, sudah, sesama truk gandeng dilarang saling mendahului ya....” Timpal Sigi bernada sarA (suku, agama, ras, ANATOMI).

Siswa lain riuh tertawa-tawa mendengar celetukan Puput, Aldo dan Sigi. Sementara Sigi terpaksa menyembunyikan kepalanya yang langsung menjadi sasaran sambitan Aldo dan Puput.

Siswa keren yang jadi obyek pembicaraan itu hanya senyam-senyum salah tingkah.
“Eehh, sudah, jangan ribut! Ini ada siswa baru yang akan menjadi bagian dari kelas kalian, pindahan dari Jakarta...”

Bu Nana menoleh pada anak baru itu.
“Silahkan memperkenalkan diri ke teman-teman di sini!”

Semua mata tertuju dengan penuh rasa ingin tahu pada cowok itu. Terutama para ceweknya yang langsung konsentrasi dengan pemandangan indah di depan kelas. Si keren tersenyum ramah sambil bersiap memperkenalkan dirinya.
“Saya Riandra Irwandi, biasa dipanggil Andra. Saya pindah ke Surabaya karena Ayah saya ditugaskan di RS Dokter Sutomo. Semoga saya bisa diterima dengan baik di sini.”
“Ayahnya itu dokter atau penjaga kamar mayat-nya?” Tanya Rony, si poni lempar yang duduknya suka pindah-pindah.
“Hush, jangan ngawur!” Puput mendelik pada Rony.
“Ayah saya dokter.” Jawab si keren sambil senyum simpul.

Setelah Andra menutup perkenalannya, kelas kembali gaduh. Semua berebut mengajukan pertanyaan atau bahkan sekedar menyeletuk iseng. Para siswi langsung menyodorkan macam-macam pertanyaan yang membuat Andra belingsatan.
“Hai Ndra, aku Monik, harap diingat ya namaku...M-O-N-I-K !! Tanya ya, rumahnya dimana?”

Disambar yang lain....
“Andra, Andra.....Aku Rery, eh, kamu hobinya apa?”

Menyusul celetukan berikutnya.
“Aku Puput si imut-imut, duduk sini aja Ndra, sama Puput. Wita biar pindah duduk....” Puput dengan kejamnya berniat mengusir teman sebangkunya yang langsung ngomel-ngomel.
“Eh, sudah punya pacar belom?” Pertanyaan dari Gunadi, si plontos yang selalu merasa sebagai cowok seksi.

Para cowok langsung geger sambil menoleh ke sumber suara.
“Lha kok kamu yang nanya gitu, ndul? Kalo masih kosong kamu mau daftar?” Timpal Rony.

Gaduh lagi.
“Amit-amit jabang demit....maksudnya, kalo dia udah punya, kan peluang sampeyan-sampeyan juga yang aman...” Jawaban Gunadi gundul disambut koor setuju oleh para siswa lain, sementara para siswi serentak monyong menjawab....Huuuuuuu!

Para siswa cowok memang langsung merasa kecut dengan kedatangan satu lagi jenis mereka yang wajah dan penampilannya cukup mengancam pasar persaingan.

Kabar adanya murid baru keren dari Jakarta langsung menyebar ke semua telinga melalui pesan berantai, terutama disampaikan oleh bibir ceriwis para siswi ke siswi lain. Sehingga pas jam istirahat, semua anak di sekolah itu, mulai dari kelas 1 sampai 3, sudah tahu mengenai keberadaan Andra.
“Nov, di kelasmu ada anak baru, ya? Mana dia?” Tata, cewek manis bertubuh semampai dari kelas 2 A Biologi, bertanya pada sepupunya dengan ekspresi sumringah.

Nova yang sedang minum es dawet bareng dua sahabatnya, Sigi dan Aldo di depan kelasnya, langsung manyun.

Malah nggak lama kemudian, Ginna, sahabat Tata yang bertubuh dan berwajah imut, dari jauh sudah berjalan tergesa sambil menjulur-julurkan lehernya menengok kelas Nova dari jendela kelas yang besar.
“Heh, guys, mana murid barunya?” Ginna langsung meletakkan pantatnya di samping Nova.

Nova, Aldo dan Sigi berpandangan dengan ekspresi sebal.
“Nggak kukantongin tuh....nggak tau yah ditaruh mana tadi....?!” Jawab Nova cuek. Aldo dan Sigi cekikikan.

Kontan aja Ginna dan Tata memukul lengan Nova.
“Aduuhhh....nih perempuan-perempuan centil kenapa jadi beringas sih gara-gara anak baru?! Mau apa sih nanyain Andra?”
“Ya kan kita penasaran mau liat orangnya...” Tata menjawab cepat.
“Nggak usah penasaran, Ta, Gin, liat aja aku! Yah, nggak beda jauh lah...” Sigi menjawab dengan wajah serius.

Tata dan Ginna saling berpandangan sejenak.
“Berarti berita yang beredar cuma fitnah keji dong, katanya cakep...?!” Keluh Ginna.

Nova dan Aldo ngakak, sementara Sigi yang wajahnya memang pas-pasan berhiaskan jerawat itu langsung manyun.

Ternyata Tata dan Ginna nggak perlu penasaran lebih lama, dari arah belakang mereka, Andra berjalan sendirian diiringi tatapan mata para siswi. Sesekali Andra tersenyum ramah kepada anak-anak yang menyapanya.
“Eh, halo semua...” Andra berhenti di depan kelas, menyapa Nova cs.
“Halo, halo...kayak mau nelpon aja....” Gumam Sigi gondok sambil berpaling pada Aldo. Temannya mengangguk sependapat.

Tata dan Ginna langsung merekah senyum manisnya melihat si anak baru.
“Eh, halo juga....” Jawab kedua cewek berawajah manis itu nggak kalah ramahnya.
“Halaahhh....” Nova melengos melihat kedua cewek itu. Tapi tak urung dia mengendikkan dagunya membalas sapaan Andra.
“Boleh gabung?” Andra bertanya sopan dan bersahabat pada Nova cs.
“Monggo....” Nova bergeser memberi tempat.

Tata dan Ginna langsung ikutan duduk manis di depan Andra.
“Kamu anak baru itu ya, kenalin, aku Tata, dari kelas 2 A Biologi, sepupunya Nova.”
“Aku Ginna, sekelas Tata. Aku sama mereka nih temenan dari kecil sekaligus tetanggaan.” Gina menunjuk Tata dan Nova.

Andra tersenyum menyambut uluran tangan kedua gadis itu.
“Andra...”

Tata dan Ginna terpesona dengan wujud makhluk keren di hadapan mereka ini. Berita yang beredar ternyata benar.

Selama ini yang memegang supremasi cowok tercakep dan terkeren di SMAN 24 adalah Yuta, cowok kelas 3 B Fisika yang sudah punya cewek. Dan kini anak-anak kelas 2 boleh berbahagia karena ada harapan dan pemandangan baru di jajaran kelas 2.
“Eh, mau ada Kejurnas Basket di sini, ya?” Andra memecah kebisuan diantara kelima teman barunya itu.

Sejak tadi dilihatnya dua cewek di depannya itu hanya senyam-senyum, cengar-cengir, sementara Nova nanar entah sedang membayangkan apa, Aldo yang asik menghabiskan dawet keduanya dan Sigi yang sibuk ngupil. Semua seperti punya kesibukan sendiri-sendiri di alamnya.
“Iya...” Dijawab serempak.
“Di Go Skate, minggu depan, kan?” Jawab Ginna.

Andra mengangguk.
“Kalian nonton?”
“Nggg...nunggu kalo Surabaya masuk Final aja.”

Andra mengangguk lagi.
Kriiiiiiiinggggg.....mendadak terdengar bunyi suara yang paling bikin sebel semua siswa, bel masuk.
Meski enggan, Tata dan Ginna harus meninggalkan si cakep untuk kembali ke kelasnya. Sementara Nova, Sigi dan Aldy juga langsung kabur ke kelas.
“Eh mas-mas-e...belum bayar itu dawet-e....” Bapak penjual dawet yang ada di luar pagar sekolah di samping kelas 2 A Fisika, langsung panik melihat ketiga cowok itu akan pergi.
“Oh, tenang, pak! Dia yang bayar.” Aldo dengan cueknya menunjuk Andra.

Andra melongo melihat 4 gelas dawet kosong itu.
“Ndra, tulung dibayarin dulu ya dawet-nya, itung-itung sebagai tanda perkenalan....oke, bos? Tengkayu.” Aldo dengan tanpa dosa langsung menyusul kedua temannya masuk.
Andra hanya bisa mengangguk kecut sambil merogoh sakunya di bawah tatapan mata tajam si tukang dawet.
   
Baru beberapa hari menjadi anak baru, Andra sudah populer. Dia kenal hampir semua siswa kelas 1 sampai kelas 3, terutama para ceweknya, bahkan dia terlihat akrab dengan Bu Jum kantin dan Pak Joko.

Andra memang ramah dan rajin memberi tips kepada Pak Joko yang selalu suka ria mencarikan lahan parkir untuknya, juga membiarkan lebihan pembayaran kue Bu Jum tidak diambilnya.

Sayangnya, para cowok lebih senang mengangganggap Andra sebagai saingan ketimbang teman. Apalagi Andra adalah satu diantara beberapa gelintir siswa yang datang ke sekolah dengan mengendarai mobil, otomatis memicu kesenjangan sosial dengan siswa lainnya.

Namun tentu saja, bendera persaingan tidak secara frontal dikibarkan. Karena para cowok juga tidak berniat memusuhi Andra. Tak terkecuali Nova, Sigi dan Aldo, yang meski jauh di lubuk hati terdalam mereka merasa sirik, tapi tetap bersikap baik pada teman baru mereka itu.
“Hey, bareng yuk!” Andra yang berada di belakang kemudi mobil sedannya melongok keluar jendela, menyapa Nova, Sigi dan Aldo yang sedang jalan kaki sambil ribut bercanda.

Ketiganya saling pandang, menimbang dan memutuskan. Berhubung rumah Sigi paling dekat, cuma dia yang nggak ikutan mobil Andra. Nova dan Aldo langsung melompat masuk mobil dengan senang. Lumayan, numpang ngadem gratis nyampe rumah. Daripada jalan kaki di bawah terik matahari kota Surabaya yang panasnya Naudzubillah.
“Nggak bareng sama Tata dan Ginna?”
“Mereka ada rapat OSIS, jadi pulangnya agak sorean.” Nova yang menjawab.

Dalam hati Nova dan Aldo, mereka mengagumi betapa sempurnanya Andra yang sudah cakep, keren, ramah, juga ditambah embel-embel anak orang kaya. Mereka harus mengakui betapa banyak poin yang akan membuat Andra segera menjadi idola di sekolah mereka. Mungkin bahkan akan menggeser Yuta yang sifatnya tidak seramah Andra, meski sama-sama tampan dan (anak orang) kaya.
“Kalian udah punya cewek?” Andra membuka pembicaraan.
Nova dan Aldo saling melempar pandang.
“Belom, kalo Te-Te-eM sih banyak.” Cengir Aldy.
“Apa itu TTM?” Andra menaikkan alisnya.
“Teman Tapi Mesra....istilah arek-arek di sini....pacar bukan temen bukan....kayak Aldo sama Sigi-lah.” Terang Nova.
“Gundulmu...” Sungut Aldo.
Andra terkekeh.
“Ada-ada aja istilahnya, Teman Tapi Mesra....” Gumamnya.
“Kamu, Ndra?”

Andra menggeleng.
Sekali lagi Nova dan Aldo saling melempar pandang. Kali ini maknanya lebih pada....waspada! Lengkap sudah peluang mereka yang semakin menipis untuk tebar pesona kepada cewek-cewek kelas 1.
Keduanya langsung kecut.....murid baru, oh murid baru....

Pagi-pagi sekali, Nova yang terpaksa bangun dari mimpi indahnya, masih dengan mata merem sebelah – melek setengah, rambut kesana kemari, dan sambil memeluk bantal kesayangannya yang kapuknya sudah kempes, menemui Andra yang sudah berdiri di depan pagar rumahnya lengkap dengan kostum t-shirt dan celana selutut, sepatu kets dan sebuah bola basket yang berputar di ujung telunjuknya.

Yang bikin shock, di sekitar Andra ada Tata dan Ginna yang juga sudah berkostum siap olah raga. Seketika itu Nova langsung melek bulet. Tumben para cewek kerajinan bangun pagi buat olah raga?! Biasanya kalau hari Minggu mau ada acara pagi, mereka harus nitip pesen ke ibu masing-masing supaya dibangunin pagi. Itu juga para ibu harus berjuang keras untuk bisa membangunkan mereka.
 “Baru bangun, Nov?! Main basket yuk ke UPN!” Andra tersenyum lucu melihat bentuk Nova yang nggak karuan.
“Nova emang kan suka molor.” Timpal Tata.
“Yah, kenapa nggak bilang kalo mau main basket hari ini? Nggak ada persiapan kan jadinya.” Nova setengah hati dengan ajakan Andra.
“Justru kalo kita bilang dari kemarin, kamu pasti cari-cari alasan biar nggak jadi....” Ginna sudah hapal betul sifat Nova.

Nova nggak bisa mengelak.
“Cepet, sana cuci muka ganti baju! Kita tungguin. Aldo sama Sigi sedang menuju kesana....cepetan!” Tata senewen melihat Nova masih berdiri di pintu sambil berusaha mikir mencari cara untuk menolak.
Nova nggak habis pikir kenapa Andra terlihat seperti berusaha mendekatkan diri kepada dia dan teman-temannya. Padahal di sekolah dia nggak  kekurangan pengikut sekaligus penggemar. Ada saja yang mengiringi dia ke kantin, main basket, dan selalu ada gadis-gadis yang dengan suka cita menyapanya untuk kemudian mengajak ngobrol.

Di sekolah bahkan Nova cs jarang bersama-sama dengan Andra, karena tiap bel istirahat berbunyi, Andra sudah bergabung dengan Rico, Ferdy, Sandra, Deyna, atau siapa pun yang termasuk dalam kelompok borju.
Akhirnya, setelah mengumpulkan segenap semangat yang tetap saja tidak bisa terkumpul sepenuhnya, Nova berbenah dengan setengah hati.
“Lama ih, kayak mau kondangan aja dandannya, bikin orang bosen nungguin....” Ginna mengomel saat melihat Nova akhirnya siap dengan kostum olah raganya.
“Siapa suruh bangunin orang yang lagi enak-enak ngimpi....kurang kerjaan sih!” Balas Nova tidak kalah senewennya. Gara-gara kedatangan tiga makhluk iseng ini mimpi indahnya yang sedang boncengan naik motor dengan si model jelita Btari Karlinda terpaksa ditunda untuk episode berikutnya......Emang mimpi bisa ditunda dan bersambung ya?!
“Sori deh, Nov, lain kali kita kasih tau dulu....Salahku! Yuk deh, jalan!” Andra menengahi.

Di lapangan basket UPN, Aldo dan Sigi sudah menunggu. Dari ekspresi wajahnya, Nova juga tahu bahwa kedua sobatnya itu pasti dipaksa dan terpaksa untuk hadir di sini karena Andra, Tata dan Ginna. Tapi Aldo dan Sigi tidak berniat ngomel karena rupanya ada beberapa orang lain di situ. Empat remaja seusia mereka.
“Eh, guys, kenalin, ini temen-temenku yang tinggal di Jakarta, Denis sama Juno. Dan ini dua sepupuku yang tinggal di sini, Rangga dan Fey, rumah mereka di Semolo Waru.”

Nova cs bersalaman dengan empat remaja yang diperkenalkan Andra.
“SMA mana, Ngga, Fey?” Nova sok mengakrabkan diri pada sepupu Andra.
“17.” Jawab Rangga dan Fey kompak dan singkat. Nova mengangguk. Merasa kecut hanya dibalas sebegitu saja.

Akhirnya sepuluh remaja itu bermain basket bersama-sama. Aldo yang agak over timbangannya itu memang paling lambat bergerak, meski sekali dua kali dia bisa memasukkan bola dengan sekali tembak. Karena itu terkadang Rangga dan Denis agak kesal dengan Aldo yang satu tim dengannya. Dan meski nggak diucapkan, Aldo, Nova dan Sigi mengetahui hal itu. Dan permainan berakhir jam 10 lewat dengan kemenangan di pihak tim Andra yang satu tim dengan Sigi, Ginna, Juno dan Fey.
“Udah siang, Ndra, aku mau balik dulu, ebes minta dianterin ke tempat sodara.” Jawab Nova.
“Iya, aku juga mau nyuci baju, sudah numpuk seminggu.” Jawab Sigi.

Aldo juga mengangguk mengikuti kedua temannya. Sementara Tata dan Ginna diam saja. Keduanya seperti enggan untuk pulang duluan sebelum Andra.
“Ta, Gin, kalian masih mau tinggal atau pulang bareng kita?”

Kedua cewek itu bingung ditanya demikian.
“Jalan kaki? Kan jauh....” Tanya Tata ragu. Karena Aldo dan Sigi berboncengan motor.
“Oke aku anter kalian balik dulu aja, ntar aku kesini lagi.” Andra melihat keraguan kedua cewek itu. Dan disambut senyum lebar keduanya, sementara Nova hanya mendengus pelan.
“Aku tinggal bentar ya, guys.”
“Cepetan balik, Ndra, kita kan mo mandi di tempat Rangga dulu baru makan siang di TP.” Juno mengingatkan Andra.

Nova cs hanya menelan ludah mendengar anak-anak remaja itu akan makan siang di Tunjungan Plaza. Mewah sekali buat mereka-mereka yang biasa jajan rujak cingur atau semanggi di pasar. Atau paling banter jajan bakso Pak Takim yang lewat depan rumah. Kalau toh ke TP hanya untuk jalan-jalan cuci mata atau numpang baca di toko buku.

Andra hanya mengendikkan kepalanya sambil senyum. Nova dan yang lain berpamitan basa-basi dengan kedua teman dan sepupu Andra.
“Lain kali mendingan disuruh emes ngepel serumah daripada main basket sama temen-temennya Andra.” 

Aldo ngedumel saat mereka ngumpul di rumah Nova. Sementara Tata dan Ginna sudah kembali ke alam masing-masing....eh, rumah masing-masing.

Nova nyengir melihat Aldo senewen.
“Jelas aja lebih milih disuruh ngepel serumah sama emakmu, wong emakmu nggak pernah nyuruh kamu ngepel. Semua dikerjain sendiri. Dasar anak durhaka!”

Gantian Aldo yang cengengesan. Sementara Sigi diam saja dari tadi.
“Kenapa engkau membisu, Gi?”
“Aku mau pingsan, Nov, laper. Mana ebes sama emes pergi dari pagi. Haduhhhh....” Sigi sudah merem melek kayak orang mau kerasukan.

Nova manyun, kenal jurusnya Sigi supaya diijinkan numpang makan di rumahnya karena ibu Nova memang jago dan hobi masak. Apalagi bapak ibu Sigi memang sering pergi pagi-pagi karena mereka pedagang yang harus ambil barang ke pasar besar.
“Ya udah, makan aja di rumahku.”

Wajah Sigi yang tadi penuh derita, seketika jadi sumringah. Aldo iri.
“Aku juga, ya, Nov. Emes kayaknya nggak belanja, soalnya masakan yang kemarin masih ada.”

Aldo menatap penuh pengharapan.
“Yoi...anggep aja rumah sendiri. Markas kita, kan?!”

Sigi dan Aldo saling tos dengan semangat.
“Horeeeee...makaaaannnnn.....”

Tanpa menunggu dipersilahkan, Sigi dan Aldo menuju ruang makan. Kebetulan ada Ibu Nova di sana.
“Bu, anak-anak mau makan di sini, boleh ya?!” Nova yang paling akhir masuk dapur cuma mendengus melihat kebrutalan kedua sohibnya.

Ibu Nova tersenyum lebar.
“Ya boleh, masak mau makan nggak boleh. Tapi belum mateng. Tuh, makan bubur kacang ijo aja dulu, kebetulan udah jadi. Ada es blewah juga. Ambil aja sendiri di dapur.”
“Hidup bubur kacang ijoooooo....hidup es blewah....hidup tante.....”

Sigi dan Aldo langsung menghambur ke dapur meninggalkan Nova.
Dalam sekejab ketiganya sudah menghabiskan satu mangkuk besar bubur kacang ijo dan segelas besar es blewah.
“Hemmmm....uenaakkk....” Sigi mengelus-elus perutnya yang nggak lagi keroncongan. Dia masih ingin nambah bubur kacang ijonya, tapi karena nggak mau kekenyangan sebelum makan siang, akhirnya dengan berat hati dia urung minta nambah.
“Ho-oh.” Balas Aldo.

Ibu Nova yang baru keluar dari dapur sambil membawa makanan yang ditata di meja menoleh pada ketiga remaja yang sedang duduk di lantai dengan mangkuk-mangkuk yang sudah kosong.
“Nah, sudah lumayan kenyang, kan?! Sekarang bagi tugas, nyapu halaman belakang, cuci piring sama nguras kamar mandi! Setelah itu baru makan siang.” Lalu sang ibu berlalu pergi.

Sigi dan Aldo hanya bisa melongo. Nova ngakak.
“Kan tadi aku bilang anggap aja rumah sendiri. Yah, jangan sungkan juga bersih-bersih rumah, bantuin meringankan tugas-tugasku lah....hehehehehe.....”

Nova langsung melompat kabur saat kedua Sigi dan Aldo siap menimpuknya sambil misuh-misuh karena kena dikerjain. Maka atas nama kesetiakawanan (dan keterpaksaan!) akhirnya mereka bertiga mengerjakan tugas Nova bersama-sama.

********

Para penggemar olah raga basket di SMAN 24 mulai sibuk menyusun rencana untuk datang melihat Final Kejuaraan Basket di Go-Skate, karena Surabaya bertanding melawan Jakarta di Final. Tak terkecuali Nova dan kawan-kawan.

Maka, lepas magrib, Aldo dan Sigi sudah berkumpul di rumah Nova. Dandanan mereka sudah rapi. Maklum, acara pertandingan gini kan bisa sekalian menjadi ajang mejeng. Pakaian para cowok kompakan, kaos yang dilapisi kemeja yang dikancing sebatas dada. Mode yang lagi ngetren di kalangan para cowok.
Cuma Aldo yang kemejanya dibiarkan terbuka, karena kancingnya nggak muat kalau dikaitkan!
Berhubung Tata dan Ginna diantar mobil oleh Johan, kakak Ginna, maka Nova boncengan motor dengan Sigi, sedangkan Aldo naik motor sendirian.

Di Go-Skate suasana sudah penuh oleh remaja dan mahasiswa yang sebagian besar menjagokan tim tuan rumah.

Andra juga sudah sampai duluan bersama kedua temannya, Denis dan Juno, serta kedua sepupunya, Rangga dan Fey. Andra mendekat menyapa Nova, Sigi, Aldo, Tata dan Ginna.
“Hey all, gabung aja, yuk. Kita jadi supporter dua-duanya aja, biar netral.” Ajak Andra kepada kelima kawannya.

Aldo dan Sigi sudah lirik-lirikan dan senggol-senggolan tangan, segan setengah mati untuk bergabung dengan Andra cs. Nova yang melihat itu jadi serba salah.
“Oke, ayo aja.” Tata dengan tanpa beban menjawab riang, disambut anggukan antusias Ginna. Nova cuma melongo.

Mereka pun terpaksa gabung duduk di tempat paling strategis di pinggir lapangan. Sehingga paling dekat dengan area pemain berlaga, sekaligus paling mungkin kena bola atau pemain nyasar.
Setelah teriak-teriak sampe suara serak, dua kali kena bola nyasar, dan satu kali kena timpuk gelas plastik dari penonton yang kesal dengan teriakan nge-rock dan suitan mereka, maka Nova cs pun mengakhiri malam pertandingan dengan wajah kecewa karena tuan rumah kalah dilibas tim Jakarta.

Tata dan Ginna langsung berniat pulang karena mobil mau dipakai Johan untuk malam mingguan bareng teman-temannya.
“Eh, kita duluan ya, mobil mau dipake sama kakak.” Ginna pamit kepada Andra dan yang lain.
“Gabung mobilku aja! Kita bawa dua mobil kok.”

Ginna dan Tata sebenarnya tertarik, tapi ada juga rasa waspada untuk nggak sembarangan pergi dengan cowok, apalagi mereka nggak mengenal dengan baik kawan dan saudara Andra. Nova sendiri sudah melotot ke arah Tata.
“Engg, makasih, kita juga udah ngantuk, Ndra. Mau nginep di rumah Ginna.”

Andra mengangguk paham mendengar jawaban Tata.
“Yo wes, kita duluan ya....bye semua....”
“Yooo....ati-ati ya...” Jawab para cowok.

Sepeninggal Tata dan Ginna, Nova dan kedua sohibnya juga berniat segera meninggalkan gelanggang Go Skate.
“Eh, abis ini pada mau kemana?” Tanya Andra yang dari tadi cengengesan aja sama sohib-sohibnya.

Maklum, bagi Andra sih siapa aja yang menang tidak masalah. Dasar oportunis! Rutuk Aldo dan Sigi dalam hati aja...
“Hehh?? Ya pulang lah, masa mau bantuin bersihin gelanggang?!” Jawab Aldo senewen, apalagi perutnya sudah keroncongan.
“Ayo, Ndra, jadi kan? Keburu penuh lho tempatnya.” Juno menepuk sekilas punggung Andra, sementara yang lain sudah berdiri menunggu di area parkir mobil.
“Ikutan kita, yuk! Kan malem minggu, kenapa buru-buru balik, sih?!”
“Kemana?” Nova bertanya malas, beberapa kali dia menahan mulutnya yang ingin menguap selebar-lebarnya. Namun masih ada kesadaran diri untuk nggak pamer rongga mulut di depan para cewek yang banyak bereliweran di sekitar mereka. Sebagai akibatnya matanya jadi berair, menambah kesan melankoli pada wajahnya yang memang sudah melas itu.
“Biasaaaa....anak mudaaa....” Andra tersenyum lebar sambil mengerling.

Nova, Aldo dan Sigi bengong, saling berpandangan, terus bengong lagi.
“Yah, nongkrong gitu...apa kalian nyebutnya?! Oh ya, cangkruk! Cari hiburan malem mingguan lah....” Andra tersenyum kecut menyadari ketiga remaja itu nggak ngerti maksudnya.
“Ooooooo.....” Nova cs ber-kor ria.
“Di mana?” Sambung Sigi, mulai tertarik. Karena ujungnya pasti Andra yang traktir. Aldo juga sumringah, sudah membayangkan fried chicken, pizza atau nasi rawon yang mengepul hangat.
“Studio East.”

Nova cs langsung mendelik sambil berpandangan.
Ke diskotik?! Meskipun ada rasa penasaran untuk mengunjungi tempat seperti itu, tapi ketiga remaja itu nggak sampai punya keinginan menginjakkan kaki di sana. Selama ini mereka cukup bahagia dengan acara mancing bersama, keliling Surabaya naik motor, atau rame-rame ke pemandian air panas di Malang, ke Tretes, atau sekedar jalan-jalan cuci mata ke Tunjungan Plaza. Kalau ke diskotik atau klab malam?!?!....ehmmm....
“Ayolah, kita makan dulu di TP baru kita seneng-seneng.” Bujuk Andra.

Aldo sih senang mendengar acara makan di TP, tapi kalau seneng-seneng di diskotik, itu yang agak jengah. Belum lagi pulangnya pasti lewat dini hari. Duh, bisa kena gebuk sama simbok kalau ketahuan ke sana.
“Eh, di sana minum juga nggak?” Tanya Sigi dengan lugunya.
“Terserah, yang mau minum ya monggo minum, yang enggak ya nggak usah. Tapi rugi lho kalau kesana cuma buat bengong....pasti belum pernah ke sana kan?! Cobain aja sekarang, yuk! Jangan kuatir, aku yang traktir.” Andra memperlihatkan sisi lainnya.

Diam-diam Nova, Sigi dan Aldo mulai kehilangan rasa kagum sekaligus iri-nya pada remaja tampan itu.
“Woii....ngapain arisan di situ?!” Denis melongokkan kepalanya dari luar, menunjukkan raut tidak sabar di wajahnya yang angkuh.
“Ayo, bos, buruan!....kalo mereka nggak mau ya udah.” Kali ini Juno yang berteriak. Di antara jarinya terselip sebatang rokok dari kertas yang dipilin. Belum dinyalakan tapi dipermainkan di antara jari-jarinya.

Andra hanya mengangkat sebelah tangannya sambil tertawa tanpa suara.
“Udah ditungguin tuh.” Ajak Andra sekali lagi.

Nova berpandangan dengan teman-temannya. Dalam hitungan detik, Nova membuat keputusan.
“Nggak lah, Ndra. Kita nggak ikut.”
“Nyesel lho ntar.” Andra masih berusaha menebar jaring bujukannya.
“Lebih nyesel lagi kalo kita sampe ke sana ikutan minum, ngeganja, atau seneng-seneng versi kamu. Tiap hari kita seneng aja kok ngejalanin hidup ini. Nggak perlu yang aneh-aneh....”

Andra mengernyitkan dahinya.
“Lho, emangnya kita mau ngapain? Paling cuma joget dikit kok, kalo mau nggak minum, nggak make, atau nggak ngapa-ngapain juga nggak masalah. Nikmatin aja musik dan suasana.” Andra membela diri.

Mana mungkin kesana bareng kawan-kawan Andra cuma bisa duduk bengong, pastilah mereka akan diledek habis-habisan. Pikir Nova, Sigi dan Aldo, kompak.
“Lagian, namanya juga anak laki, kalo nggak ngerasain yang miring dikit kan nggak seru. Ya udah...okelah, liatin yang lagi have fun aja deh, ntar aku temenin bengong deh.” Andra nyengir, kali ini lebih mirip sebuah ledekan. Bahkan senyumnya yang manis seperti gula Jawa terlihat seperti sebuah seringaian di mata Nova cs.
“Nggak lah, mendingan bengong di WC, ada gunanya....Yuk, kita balik duluan, udah ngantuk. Besok pagi kita rencana mau konvoi sama anak-anak ke Kenjeran.”

Nova segera meninggalkan Andra tanpa menunggu jawabannya. Sigi dan Aldo ngekor di belakang.
Ketiganya meninggalkan area Go Skate tanpa kata-kata. Bahkan saat mereka melihat kedua mobil yang dikendarai Andra cs menjauh, mereka tidak mengucapkan sepatah pun. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Andra yang menyetir mobil terdepan sempat menoleh ke arah mereka bertiga, dari jarak yang nggak terlalu jauh, ketiga remaja ini bisa melihat ada sedikit raut sesal di wajah tampan itu.

Namun yang pasti, bukan penyesalan atas apa yang akan dilakukannya, mungkin lebih kepada penolakan Nova cs, atau mungkin pada kenyataan bahwa berikutnya dia nggak punya tempat lagi dalam pergaulan Nova dan kawan-kawannya.

Nova dan ketiga kawannya sendiri nggak perduli dengan apa yang akan terjadi nanti di antara mereka dengan Andra. Mereka hanya menjadi sadar, ternyata Andra hanyalah manusia biasa, bukan remaja setengah Dewa yang tanpa cela. Seperti sebuah koin dengan dua sisi. Dan malam ini Nova, Sigi dan Aldo mendapat kesempatan melihat sisi lain dari seorang Riandra Irwandi.

Meski nggak lagi iri dan kagum pada remaja tampan itu, tapi ketiganya juga nggak berniat membencinya. Andra toh sudah dewasa, punya hak atas pilihan hidupnya, remaja itu hanya ingin merasa bahagia dengan caranya......dan setiap orang berhak mendapatkan kebahagiannya, sejauh nggak merugikan orang lain.


By : Tyka Dinarsasi
Karawaci - Tangerang 



Artikel Terkait:

7 Comments
Tweets
Komentar FB

7 komentar :

  1. ngakak, gan, bacanya
    kocak!

    ReplyDelete
  2. Bagus ceritanya....gaya bahasanya lucu dan ringan. Oke banget. Keep up the good work ya, mbak Tyka :-)

    ReplyDelete
  3. Segar dan enak dibaca, nulis terus ya !

    ReplyDelete
  4. seru! aller tata, terus nulis ya, bon courage !

    ReplyDelete
  5. Mak nyossss...serial2nya bagus, sist..tetep semangadddd...!!

    ReplyDelete