Wednesday, January 9, 2013

Mengenggam Cinta dalam Sepiku



Ternyata memang sulit melalui hari-hari dengan kesendirian. Aku berpikir seribu pertanyaan. Akankah kudapati menggantimu kekasih hatiku ? yang baik, yang penuh simpatik, yang mengerti akan keadaanku. Rasanya sukar, sangat sukar bagiku. Karena namamu dan sosokmu sudah sangat terpatri dalam relung hatiku.

Aku mencari damai dengan Rabbku, tiap malam permohonan yang panjang kupanjatkan untuk memohon kekuatanku kembali. Aku tak ingin mengingatmu untuk sementara ini, agar hatiku bisa kembali kuat.

Namun, masih terngiang dalam ingatanku, bait-bait puisi yang kita susun berdua. Bait demi bait beriramakan cinta yang saling berbalas, menggambarkan betapa besar cinta yang kita miliki saat itu. Isi puisi cinta itu seperti ini :

“CINTA PLATONIS HINGGA BATAS WAKTU”

Ketika ku jatuh dalam jurang cinta
Ketika ku terpuruk karena cinta
Saat hidupku hancur karenanya
Kau bagai mitokondria yang menghasilkan energi di kehidupanku
Kau datang bagai lilin di hidupku yang kelam
Engkau bagai api pelita di dalam calvin hatiku
Lagukan senandung cinta dan rindu yang  teduh
Membuat serebrum dan serebrumku lamat-lamat melupakan tugasnya
Kau menjelma …. Membuatku terpana
Bagai angin senja yang membelai dedaunan
Meluruhkan debu dirantingnya
Guncangkan dahan Qolbu
Getarkan floem floem baru
Kau adalah auksin yang mampu membuat pucuk-pucuk hatiku menjulang ke awan-awan
Kau yang selalu datang dalam mimpiku
Menautkan harapan pada hati yang kering meranggas
Mengisi kehampaan jiwa ini
Adalah kau ,dindaku
Yang melebur satu dalam eritrositku
Hatiku terikat oleh benang-benang spindel hatimu
Mengalirkan kemuliaan cinta
Pada sungai kasih yang engkau bentangkan
Dihatiku yang mendambamu , dari detik ke detik
Apa yang mesti kukatakan padamu saat rindu menikam langit ?
Senja mulai merambat menuju peraduan
Kerinduan menghujam gelambir gelambir jantung
Tak kunjung usai…
Retina retina ini selalu tertuju padamu
Sensorik sensorikku berhasil merekam sosok lembutmu
Yang teringat hanyalah wajah dan perangaimu
Sungguh , kekaguman ini telah menjelma sebagai virus
Terus menghujam leukosit leukosit imanku
Dan melumpuhkan imunitas imanku secara perlahan
Sungguh aku takut …   
Karena ku ingin cintaku steril dari noda noda asmara
Jika ku tatap awan
Selalu ku melukismu di kanvas langit
Ketika ku tangkap dan ku dekap bayangmu di relung kamar
Pada senja merah yang menggetarkan
Apa yang mesti kunyatakan padamu saat sunyi menyesak dada ?

Tapi , glikogen cinta tak selalu dapat dinikmati
Indahnya kasih sayang tak dapat selalu diresapi
Demikianlah bila Allah berkehendak lain atas kita
Sungguh aku hanya punya cinta sederhana untukmu
Yang kurajut dengan benang benang kesetiaan
Layaknya fibrinogen yang saling tersulam
Selalu bertemu pada tiap ujungnya
Dan terjalin penuh keindahan

Selama trombosit kita masih merah
Selama ada eritrosit yang mengalirinya
Selama itu pula garis cinta ini tergurat abadi
Kini belumlah saatnya kita berbalas cinta
Percayalah di kedalaman hatiku tersembunyi harapan suci
Sungguh walau saraf lidahku kelyu untuk mengungkap perasaanku
Pada waktunya kelak
Kita  songsong cakrawala membuka tirai pagi
Dengan terik sinarnya …
Akan ku bawa kau terbang
Kan kujadikan kita sebagai Nitrosomonas dan Nitrosoccocus
Lalu kubawa kau ke surga abadi
Nantikan aku di batas waktu
Hingga akhirnya kau ku jelang

Penantianku pada dirimu takkan salah
Aku akan menunggumu di batas waktu
Hingga kau datang menjemputku
Semoga Allah berkehendak atas kita
Dan batas waktu mempertemukan kita di ujungnya

   
Makin sulit kuyakinkan diri ini bahwa kau tak mungkin kumiliki kembali. Sia-sia saja, setiap kulambungkan bola-bola harapan dihatiku, kau tak kunjung datang untuk menangkapnya. Setiap kutaburkan benih harapan dihatimu, kiranya selalu layu sebelum berkembang.

Sungguh kau sudah tak ingat terhadap diriku yang menantimu disini. Dikala kita berdua, bersenda gurau, bermain bersama-sama masih sangat tergores dengan jelas dalam otak dan pikiranku. Namun, semua itu kini hanya tinggal kenangan saja.

Setiap kupijakkan kaki ini, bayanganmu seakan-akan melayang dijiwaku. Masih melekat senyum pikatmu yang selalu menawarkan keteduhan jiwamu. Namun, semua sketsa hitam putih potretmu sudah terbingkai dengan jelas. Dan kini membuat hati ini menjadi pahit sekali.

Pelan segera aku tersadar, bahwa tanggung jawabku masih ada. Mulai hari ini kumenitik dunia kehidupan yang nyaris ku abaikan. Akan kuyakinkan diri ini lagi, bahwa kau takkan pernah kumiliki. Kau telah jauh dari jangkauanku. Kini mutiaraku hilang sudah,. Untuk esok, lusa, dan lusanya lagi aku pastikan cintaku padamu tak akan bersemi lagi dan akan aku simpan dalam peti mati. Dengan lukaku ini, akan kucoba membawanya pergi ke kebahagiaan yang kudambakan layaknya dambaan setiap insan di bumi ini. Selangkah demi langkah, hari demi hari kuawali untuk menyambut kurnia Rabbku.

By : Amalia Lestari
Cibiru - Bandung




Artikel Terkait:

4 Comments
Tweets
Komentar FB

4 komentar :