Tuesday, August 31, 2010

THR, Harapan Indah Pekerja




Menjelang datangnya hari raya membawa kebahagiaan tersendiri bagi para pekerja. Tidak peduli apakah ia Pegawai Negeri Sipil, Pegawai BUMN, Pegawai swasta ataupun pegawai lainnya. Pasalnya pemerintah melalui Menteri Tenaga Kerja telah menjamin untuk diberikan Tunjangan Hari Raya Kegamaan, yang lazimnya disebut sebagi THR, dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-04/MEN/1994.

Dengan PERMEN sebagaimana tersebut diatas mewajibkan kepada para pengusaha untuk memberikan THR kepada pekerja dengan besaran upah/gaji pokok yang ditambah dengan tunjangan-tunjangan tetap. Pekerja yang berhak untuk menerima THR minimal mempunyai masa kerja 3 ( tiga ) bulan berturut-turut dan pekerja yang putus hubungan kerja dengan pengusaha minimal 30 ( tigapuluh ) hari sebelum jatuh tempo Hari Raya Keagamaan.

Dengan adanya peraturan ini yang kemudian diturunkan sebagai acuan bagi Kesepakatan Kerja (KK), Peraturan Perusahaan (PP), atau Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) masing-masing perusahaan untuk membayar THR.

Bahkan kewajiban membayar THR ini diatur waktunya yakni selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum Hari Raya Keagamaan. Hak dan kewajiban selalu berjalan beriringan, kewajiban pekerja adalah mematuhi peraturan perusahaan yang berlaku serta menjalankan pekerjaan (Job Description) yang telah ditentukan oleh pengusaha. Maka kewajiban pengusaha adalah memenuhi hak-hak dari pekerja termasuk salah satunya adalah membayar THR tepat jumlah dan tepat waktu.

Beberapa tahun silam, dalam berbagai media masa sering ditampilkan aksi-aksi berbagai macam unjuk rasa para pekerja dalam rangka menuntut pembayaran THR. Mulai dari aksi yang santun hingga aksi yang cenderung anarkis.

Menunda bahkan tidak mau membayar THR para pekerja tanpa alasan yang logis merupakan bentuk pelanggaran terhadap peraturan (Pidana) bahkan mencederai hubungan kerja. Dan disinilah bentuk ketidakadilan terhadap pekerja. Disatu sisi mereka dikenakan kewajiban untuk mematuhi kewajibannya, di lain sisi hak pekerja dibelenggu.

Ketidakmampuan perusahaan acapkali dijadikan alasan para pengusaha untuk “mengakali” meniadakan pembayaran THR kepada pekerjanya. Keputusan tidak mampu bukan merupakan klaim sepihak pengusaha, tetapi ada prosedur yang jelas. Misal, mengajukan permohonan tidak mampu membayar THR ataupun penyimpangan (terhadap ketentuan) besarnya THR yang akan diberikan kepada Instansi terkait. Sekali lagi bukan semata-mata klaim sepihak pengusaha. Maka ketika masing-masing pihak, baik pekerja maupun pengusaha, telah melaksanakan kewajibannya, hak-haknya pun patut diberikan. Termasuk salah satunya adalah membayar THR Keagamaan para pekerja.

Untuk itu kepada para pengusaha, jangan kau pupuskan harapan pekerja untuk mendapat THR dengan membayar dengan tepat waktu dan tepat jumlah. Dan kepada pekerja, mari kita tunjukkan karya dan prestasi terbaik kita.


Artikel Terkait:

0 Comments
Tweets
Komentar FB

0 komentar :

Post a Comment