Jika nama Jokowi disebutkan, yang ada dalam pikiran kita adalah Gubernur yang nyentrik dalam gaya kepemimpinannya yang blusukan dan merakyat. Cara berbicaranya yang halus ala “wong solo”, gaya busana yang sederhana dan merakyat, kinerjanya yang terlibat langsung dengan rakyat tanpa perantara membuat namanya menjadi primadona baru di bidang politik.
Mantan Walikota Solo yang menjadi Gubernur Jakarta ini telah mengebrak Indonesia dengan memotong garis pemisah antara pemimpin dan yang dipimpin. Tanpa gengsi Jokowi menceritakan pemikirannya terhadap pembangunan kota Jakarta dengan mencontoh negara sahabat merupakan salah satu hal positif yang dimiliknya. Pribadi sederhana jokowi sebagai pemimpin yang melayani sedikit menggeser makna pemimpin yang dilayani menuntun dia menjadi gubernur terbaik nomor 3 di salah satu survey lembaga dunia.
Sang Wakil Gubernur Ahok pun melakukan hal serupa namun dengan tangung jawab dan cara yang berbeda. Gebrakan awal yang menegur bawahanya dengan kasar dan kemarahannya terhadap salah satu instasi sekolah ramai dibicarakan publik. Meski tak semua orang suka terhadap hal yang dilakukanya namun tetap saja Ahok dipandang sebagai pemimpin yang peduli terhadap rakyat.
Munculnya Jokowi-Ahok menjadi harapan baru masyarat Indonesia untuk memiliki pemimpin yang peduli dan merasakan secara langsung derita rakyat kecil. Gaya “blusukan” yang sekarang banyak dicontoh oleh tokoh-tokoh politik di Indonesia semoga bukan hanya sebagai ajang promosi diri untuk menjadi pemimpin namun benar-benar murni untuk mengenal lebih dekat kepada rakyat kecil sebagai langkah awal memperbaiki Indonesia menjadi lebih baik.
Sang Wakil Gubernur Ahok pun melakukan hal serupa namun dengan tangung jawab dan cara yang berbeda. Gebrakan awal yang menegur bawahanya dengan kasar dan kemarahannya terhadap salah satu instasi sekolah ramai dibicarakan publik. Meski tak semua orang suka terhadap hal yang dilakukanya namun tetap saja Ahok dipandang sebagai pemimpin yang peduli terhadap rakyat.
Munculnya Jokowi-Ahok menjadi harapan baru masyarat Indonesia untuk memiliki pemimpin yang peduli dan merasakan secara langsung derita rakyat kecil. Gaya “blusukan” yang sekarang banyak dicontoh oleh tokoh-tokoh politik di Indonesia semoga bukan hanya sebagai ajang promosi diri untuk menjadi pemimpin namun benar-benar murni untuk mengenal lebih dekat kepada rakyat kecil sebagai langkah awal memperbaiki Indonesia menjadi lebih baik.
By : Yohana Hartriningtyas
Universitas Negeri Malang