Wednesday, February 6, 2013

Tepi Romantisme



Ku pejamkan mata malam ini untuk mengingatmu kasih terindah dalam gemerlap hidupku, aku ingin menjadi seseorang yang pantas kau cintai di saat suka maupun duka menimpa keadaan kita, harapan bergejolak. Kau pun berikanku sandaran untuk mencurahkan semua beban di pundakku, dan air matamu berbinar jernih rasakan tubuhku yang perlahan lemah di pelukanmu.

Tiga tahun kita mengukir kisah ini, menanam benih kebahagian, mencari tujuan suci dalam cinta, menjalani akhir pekanbersama, memandangi kerlipan bintang dan mencari rasi bintang cinta, yang konon akan membawakan keabadian pada pasangan manusia yang saling mencintadan kini hari-hari kelabu terbalut lukisan senyum warna-warni yang dipenuhi memorial nyata membangunnya denganmu.

“selamat bekerja sayang, nanti pulangnya aku jemput, kita makan malam bareng”, ucap Ferdisesampainya dikantorPutri sambil mencium keningPutri dengan gemas.

Putri tersenyum menatap orang yang paling ia sayangi ini memanjakannyadengan ucapan-ucapannya yang menyentuh hati.Ferdi, pria tampan dengan perwatakan tinggi, sikap romantisnya selalu muncul di saat-saat Putri sedang bimbang, dia perfeksionis pada segala hal, pakainnya rapih dengan garis lurus yang terlihat simetris pada lengan kemejanyadan satu hal yang sering membuat Putri kesal yaitu saat dia tak tahan berada di dekat wanita-wanita yang menggodanya,“jujur aku cemburu!!”, gertakPutridalamhati.

“jemputnya jam berapa? jangan kemaleman ya, aku takut di kantor sendirian”, rasa takutPutri melanda setiap membuat janji dengan Ferdi yang terkadang lama sekali tiba menjemputnya, ditambah handphoneFerdi yang sulit dihubungi,Putri juga pernah ketiduran di kantor karena menunggunya, hingga dibangunkan oleh pekerja yang masih lembur.

“kali ini gak akan kayak yang kemarin, apalagi kamu nunggu lama, aku janji!”, sambil mengangkat jarikelingkingnya untuk menyepakati perjanjian yang telah ia ucap dan Putri pun membalasnya sebagai simbol persetujuan cinta yang kami buat.

Putri beranjak menuju ruang kerjanya di lantai 5 dengan mengantri untuk naik lift bersamaan dengan para pegawai yang lainnya. Ia berpapasan dengan pak Vinno di lift  lantai 3,beliau direktur di kantor ini, ia baik sekali dan sopan pada setiap pegawainya, entah kenapa beliau belum juga memiliki pendamping hidup, padahal ia sudah mapan, malah lebih dari cukup.

Berkas-berkas kerjaPutri sudah mulai ngamuk, komputernya memasangkan raut wajah gereget melihatPutri yang masih merapihkan meja kerjanya, karena ia belum juga menyelesaikannya. Hari ini semua berkas ini harus selesai dan Putri akan menyerahkannyas pada pak Vinno untuk segera ditandatangani.

Duduk santai berdua di kursi panjang depan cafe “Greedy Meal” menghiasi canda tawaPutri dengan Meisya, sahabat karibnya di kantor. Makan siang hari ini sangatlah menarik, mereka asyik menikmati hangatnyaobrolan wanita yang tidak ada habis-habisnya sepanjang perjalanan dari kantor menuju cafeditemani kerumunan manusia yang berlalu-lalang mencari kursi-kursi nyaman untuk menyantap hidangan makan siang. Tempat nongkrong paling cocok buat mereka berdua yaitu cafe ini, yang menghidangkan makanan murah dengan porsi extraordinary.yummyy!!

“kamu, masih pacaran sama Rinaldi cha?, tanya penasaran Meisya akan keadaanPutri yang masih saja berstatus belum kawin di Kartu Tanda Penduduk (KTP).

“masih, kayak dulu aja, mudah-mudahan bisa nyampe pelaminan kayak kamu Mei, doain ya..”, harapan terbesar ini yang selalu menjadi tanda tanya besarPutri pada Ferdi.

Meisya baru saja melangsungkan pernikahannya dengan pria bernama Firman sekitar satu bulan yang lalu, Putri ingin menjadi wanita seberuntung dia, bisa hidup bersama selamanya dengan orang yang dia sayang. Saling melengkapi satu sama lain, mencintai dan dicintai tanpa paksaan dan tanpa adanya orang yang tersakiti.

“kamu gak pernah nanya ke dia, kapan dia mau ngelamar kamuPut?”, geregetMeisyapadaPutri yang mulailemasjikaditanyamasalahpernikahan.

“sering, dan jawabannya sama..nanti, dia lagi nabung dulu, sabar ya sayang...udah itu jawabannya”. WajahsedihPutri pun mulaitampak.

“akucuma bisa pasrah, entah takdir bakal membawa kemana?”. SahutPutriseolah-olahkesalpadaFerdi yang takpernahmelamarnyasampaisekarang.

Pelantun lagu itu menyanyikan “aku bisa mati- Latinka” di panggung cafe menghibur para pengunjung yang saling bercengkrama, sedangkan Putri masih membayang-bayang sosok Ferdi di hadapannya pergi. Sambilmeneteskan air mata Putrimemeluk Meisya yang bahu bajunya basah terkena tetesan air matanya yang semakin deras mengalir.

“aku pengen teriak Mei, pengen nangis, aku seneng banget ngeliat kamu sekarang bahagia sama Firman, akuiriiiiii!!!!!”, teriakPutrihinggatersenendatkarenamenahan air matanya.

Gulita menerpa malam ini, semua karyawan bergegas pulang dengan mematikan setiap lampu yang berada di meja kerjanya, ruangan menjadi gelap meredup dan hanya adaPutri yang menunggu Ferdi menjemput dan dua orang teman kerjanya yang akan lembur malam ini.

“gak pulang mbak Putri?udah malem loh, atau mau lembur?, salah seorang pegawai mendekatinya sambil membawa banyak berkas yang akan ia kerjakan bersama teman lemburnya yang lain.
Geleng-geleng Putri menjawab pertanyaanya dengan wajah yang lesu kecapean dan kemejaPutri pun lusuh tak berarah.

“kita kerja dulu ya mbak, kalo ada apa-apa panggil kita aja di ruang sebelah oke”. Mereka menyemangatiPutri yang sedang berada di kegelapan ruangan kerja, hanya lampu kerjanya saja yang masih menyala.

Putrimenatap foto Ferdi yang ia pajang di meja kerjanya, senyum manisnya membuat Putri rindu ingin segera bertemu dengannya.Handphone Putribergetar, ternyataFerdi menelpon, hatinya gemetar dan senang tiada tara ingin mendengar suaranya.

“aku di tempat parkir, turun ke bawah ya...”, sambil melihat ke atas gedung lantai 5, yang masih terlihat lampu menyala.

“oke”, ujarPutri bahagia.
Meraka berdua pergi dan mengeliligi kota Jakarta di malam hari, Putri dapatkan tangan Ferdi yang memegang lembut tangannya di saat ia menyetir, ia terus tersenyum menatapputri sesekali ia fokus ke depan.

“aku senang sekali, kita bisa makan malam bersama lagi, aku kangen kamu Put”, ucapnyadenganmanjapadaPutrisepertimenyelimutimalam yang dingin.

“makan malam ini kan gak akan jadi makan malam terakhir untuk kita, jadi gak boleh ada rasa sedih sedikitpun yang muncul dari wajah kita okehhh!!!”, lanjutFerdidengansenyumanmanisnya yang selaluiaberikankapanpuniabertemuputri.

Romantic Seeker merupakan restaurant favorit mereka, di sana ada banyak cerita yang terjadi antara Putri dan Ferdi, di sana juga tempat pertama kali Putri bertemu dan mengenal Ferdi sampai saat ini, di sana juga tempat romantis sepanjang kisah cintaPutri dengannya yang sering meminta jamuan meja khusus dengan lilin-lilin kecil dan alunan musik bertemakan lagu cinta. Begitu pun malam ini, Putrimelihat cahaya lampu warna-warni di taman restaurant ini, di tengahnya terdapat satu meja dengan dua kursi indah berwarna hitam mengkilap saling berhadapan, vas dengan dua buah tangkai bunga mawar semuanya serba dua dan berpasangan.

Ferdi menarik tanganPutri menuju tempat itu, ia mempersilahkanPutri duduk, mengajaknya tertawa, menjadikan semua keadaan di sekeliling mereka penuh dengan cinta yang terus bersemi dan Ferdimemberikan Putri rangkaian bunga mawar segar berwarna merah yang Putri cium wanginya bertabur kesejukan.

“terima kasih untuk suprise yang kamu kasih ke aku malam ini di, sumpah aku seneng banget”, tatap Putri melihat wajah tampanFerdi yang juga menatapnya.

“iya sama-sama, maaf ya tadi kamu malah nunggu aku, soalnya aku nyiapin ini semua”. Rasa bersalahnyatakPutrihiraukan, ucapan maafnya yang menyentuh hati, takadasangkaan dia bakal menyiapkan semua ini.

Malam larut semakin terasa kebersamaanPutri bersamanya, tak ada satu orang pun di taman ini, hanya Putri dan Ferdi. Aku berharap malam ini Ferdi akan melamarnya dengan segera. Ferdi pun memindahkan kursinya di dekat kursiPutri dan ia mendorong tubuhPutri untuk bersandar di pangkuannya.

“Putri sayang, aku boleh bilang suatu hal sama kamu..”, ucapnyadenganlembut.
“apa?”, Putri tak sabar mendengar ucapannya yang akan melamar di saat seperti ini.
Ferdi terdiam sambil memejamkan matanya, dan Putri hanya bisa menatapnya lirih.” Ada apa, apa ini suatu kabar yang menggembirakan atau menyedihkan untukku?”

“Mamah..telah memilihkanku seorang wanita yang akan menjadi pendamping hidupku”, melihatPutri penuh penyesalan.

“maksudnya, kamu dijodohin sama mamah”, tercengan Putri mendengar perkataannya tadi.

“Pasti wanita itu aku kan di???”, Putrimeyakinkan diri, walaupun jawabannya belum tentu.

“bukan put, orang lain, kamu gak kenal dia”, tanggap Rinaldi dengan wajah merasa bersalah.

“Bohong!!!!! Aku gak percaya...kamu bercanda kan di...serius di!!”, tawa kesalPutri muncul pada saat itu juga.

“aku gak bohong Put...cincin tunangannya sudah melingkar di jariku, jujur cha aku masih sayang banget sama kamu, kamu wanita terindah yang memberikan makna buat hidupku, gak cuma itu kamu mengajari aku banyak hal akan adanya kasih sayang, dan bagaimana kita dihargai karena cinta bukan karena pelecehan, sederhana dalam bersikap, sopan santun berbicara dengan orang lain, petualangan menuju Jakarta malam yang sering kita lewati bersama, jalan santai di minggu pagi dan sepedahan sore menunggu matahari terbenam”.Ferdimengulangkenanganmerekadenganpenuhkesedihan.

Putri kagetdanlangsung menjauh dari dekapan Ferdi yang awalnya ia merasa nyaman, tapi kini rasanya sakit mengiris hati dengan ribuan pisau tajam, tak kuasa Putri tatap matanya, ia hanya mampu meneteskan air mata menahan sakit yang menimpanya, mendekap di kepalaPutri,semua rasanya ingin hancur lebur, keping-keping lautan kecewa mendatangi jiwa yang bangkit.

“gak mungkin!!!”, Putri masih tak percaya dengan apa yang ia dengar.

“Put, mulai saat ini kita akhiri semua kisah kita ini, karena aku sudah menjadi milik orang lain”, jelasFerdi yang meneteskan air mataperlahan.

Lebur semua mimpi indah yang telah aku ukir dan harapan yang telah aku gantung untuk sedikit lagi aku capai, tapi takdir berkata lain, aku tak pantas bersamanya, aku hanya pantas mencintainya, bukan memilikinya.

Seminggu setelah perpisahanPutri dengan Ferdi, ia hanya bisa termenung sendirian, dan tak ingin diganggu oleh siapa pun. Ia dapati surat undangan pernikahan bertuliskan nama “Ayunda Riani &Ferdi L. Hermawan”. Putri tertawa meneteskan air mata melihat nama mereka, ia bimbang dan tak punya tujuan yang pasti untuk saat ini.

”Aku hanya yakin dan berserah, bahwa cinta yang kita angankan belum tentu akan berjalan sesuai dengan kehendak manusia, semua kuasa Tuhan. Pendampingmu adalah cerminan dari dirimu, dan dialah yang  paling sempurna untuk saling menyatu membangun kisah cinta dengan kehidupanmu yang masih belum terungkap.”, simpandalamhati yang dalam.

Biodata Singkat
Annisa Eprila Fauziahakrabdipanggilicha lahir di Bekasi 7 April 1993. Bungsu dari dua bersudara ini menghabiskan masa-masa kecilnya dengan berkelana menuntut ilmu dari satu kota ke kota lain, mulai dari tempat kelahiran yaitu Bekasi selama 6 tahun, Banten selama 6 tahun, Bogor selama 1 tahun dan saat ini ia melanjutkan pendidikan strata 1 di Prodi Pendidikan Matematika Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung. Dia memulai banyak menulis di saat kelas 1 SMP, guru saya mewajibkan setiap siswanya untuk mempunyai buku Diary, setiap hari pula saya wajib menulisdan menceritakan kejadian yang telah terjadi, guru tersebut pun menilainya tanpa membocorkannya ke orang lain.

Karya-karya yang pernah ia ciptakan yaitu berupa kumpulan puisi sederhana yang ia tulis semasa SMA-nya mulai dari perjalanan pertama kali menulis dengan kata-kata yang biasa hingga sampai karya puisi yang puitis dan semuanya berisi cerita tentang kehidupan sehari-hari yang ia alami. Dia pernah meraih juara 3 perlombaan menulis cerpen Gebyar Eureka Fisikadengan judul “Robot Ala Fisikawan” dan Juara 1 menulis lomba cerpen di kampusnya dengan judul “Kemana Ku Langkahan Kaki Ini?”.

Selain menulis, dia juga aktif di kegiatan-kegiatan sosial seperti Forum Indonesia Muda, BikeBdg, TEDx Bandung, Global Peace Volunteer. Kecintaannya pada sesama, selalu mengetuk hatinya untuk dapat saling membantu, bukan hanya dari segi materi, tetapi tenaga, cinta dan pengorbanan pun merupakan bantuan yang konkret di saat kita berada di dekat orang yang membutuhkannya.

By : Annisa Eprila Fauziah
Bantargebang - Bekasi Timur




Artikel Terkait:

0 Comments
Tweets
Komentar FB

0 komentar :

Post a Comment