Malam
yang hening itu Anggi berbaring di atas bed-nya,
dengan lampu yang tak begitu terang, hanya remang-remang sambil pandangannya
yang berpusat pada bintang-bintang di langit sana, ia dapat melihat taburan
cahaya indah itu dari jendela kamarnya yang bersampingan dengan tempat tidur
dimana Anggi berbaring. Nampaknya Anggi sedang memikirkan sesuatu?
Anggi...Anggi, ya itu lah dia, seringkali ia merenung sendiri, bahkan Tasya
adik tunggalnya sekalipun tak pernah mengerti apa yang selama ini kakaknya
pikirkan. Padahal menurut Tasya, sosok kakaknya itu adalah sosok yang sempurna.
Gadis berusia 21 tahun itu adalah pemenang beasiswa di sebuah Universitas Negeri terkenal di kotanya, dia juga cantik,
tidak jarang banyak cowok yang mendekati Anggi, hanya saja ia selalu menutup
diri dari para cowok yang mendekatinya, entah cowok seperti apa yang Anggi
inginkan, jadi kurang apa lagi dia?
Suara
pintu kamar yang nyaris terbuka mengejutkan Anggi, hingga ia terbangun dari
lamunannya,
“siapa
disana?” sahutnya dengan nada sedikit
nyaring untuk memastikan, barangkali maling masuk kamarnya.
“kakak
belum tidur?” sahut Tasya dari balik pintu sambil membukakan pintu kamar lebih
lebar lalu masuk kamar Anggi dan mendekatinya.
“belum...sebentar
lagi”
“kakak
jangan keseringan melamun. Nanti setres loh kak..sebenernya kakak nih mikirin
apa sih? Hampir tiap malam kakak melamun sebelum tidur. Kebiasaan buruk tahu
kak...” gadis SMA yang so tahu itu
selalu menasihati kakaknya hampir setiap malam. Mengalahkan mami yang bahkan
tak seketat itu memberi perhatian pada Anggi. Seperti biasa, lagi-lagi Anggi
hanya tersenyum kecil melihat adiknya yang so dewasa itu.
“kamu
ini...suka berlebihan! Iya, kakak sebentar lagi mau tidur kok. Kamu sendiri
juga belum tidur?”
“Tasya
mau tidur kok kak, tapi sebelum ke kamar Tasya pastikan dulu kalau kakak sudah
tidur, eh...tapi ternyata belum juga....”
“iya,
sudah kalau begitu kamu pergi duluan sana...!”
“oke....oh
ya kak, obatnya sudah diminum?”
“sudah....cepat
ke kamar sana...! bawel....!” usir Anggi sambil canda.
Tasya
bergegas keluar meninggalkan kamar Anggi.
**
Pagi-pagi sekali Anggi bergegas
mengemasi laptop seperangkat nya bahkan lebih lengkap dengan surat-surat
transaksi saat ia membeli laptop itu 3 tahun yang lalu. Anggi benar-benar
terburu-buru, seperti khawatir akan ketahuan adiknya yang hobby meng-interogasi. Ternyata Anggi kurang bergegas, hingga Tasya
kemudian datang menengok kamar kakaknya dengan seragam lengkap putih-abu.
“pagi
kak....ayo kita sarapan....!” Tasya
tiba-tiba terkejut melihat kakaknya yang sudah bergaya dengan penampilan seolah
akan pergi ke kampus, padahal si gadis yang intense
itu tahu bahwa hari ini Anggi tidak ada jadwal kuliah.
“kakak....mau
pergi kemana?”
“eu....eummmm....ke
rumah temen sya, mau ngerjain tugas.”
“ngerjain
tugas? Bawa perlengkapan laptop kakak selengkap itu?”
Pertanyaan
Tasya yang membuat Anggi sedikit agak kesal. Kenapa sih aku harus punya adik se
bawel dia? Batinnya.
“ya....memanggnya
kenapa? Gak boleh? Terserah kakak donk, ini kan laptop punya kakak.”
“iya
sih, gak apa-apa.. tapi aneh aja gitu gak kayak biasanya, biasanya kak Anggi
kan gak suka ribet.”
“ahh...sudahlah...cepat
pergi sana! sudah siang, kesiangan baru tahu rasa!” Tasya kemudian pergi bahkan tanpa pamit.
Hhhhh....syukurlah,
si bawel sudah pergi. Jadi aku lebih tenang untuk menjalankan rencana ku hari
ini. Sahut Anggi dalam hati.
Maafkan
aku lepy....aku terpaksa melakukan ini. Sebenarnya ini adalah pilihan terakhir
ku. Aku gak punya benda berharga apapun lagi selain kamu. Sebenarnya aku sangat
sedih harus menjual kamu. Kamu adalah sahabat setia ku selama ini. Tapi....apa
boleh buat, aku gak punya pilihan lain. Kalau bukan untuk biaya berobat ku, aku
tidak akan menjual kamu. Aku gak tega lihat mami terus-terusan mengeluarkan
uang hanya untuk berobatku, sementara Tasya juga butuh biaya untuk keperluan
sekolahnya dan lain-lain, semoga hasil penjualan mu bermanfaat hingga dapat
menyembuhkan ku lepy...dan aku berharap semoga sahabatmu yang baru bisa
merawatmu dengan baik, sebaik aku selama ini telah merawatmu.
Batin
Anggi sambil menatap laptop kesayangannya sebelum akhirnya ia pergi
meninggalkan rumah menuju toko komputer tempat dimana dulu ia membeli laptopnya
itu.
**
Hujan belum juga berhenti sore itu, petir
semakin keras saja mengeluarkan suaranya di luar sana.
“kakak.....mami
belum pulang ya kak? Kak.....kakak dimana? Kakak lagi tidur? Lihat nih kak,
baju ku basah kuyup kehujanan. Kak Anggi....”
teriak Tasya saat baru pulang sekolah. Ia mencari Anggi yang sejak ia
pulang keadaan di rumahnya begitu sepi. Tasya mencari Anggi ke kamar dan ia
sungguh terkejut saat melihat anggi
terbaring di lantai.
“kakak....?
kakak tidur atau.....” Tasya menghampirinya, dan rasa terkejutnya semakin
bertambah saat ia melihat hidung Anggi berdarah.
“ya
Tuhan...kakak pingsan. Kakak....bangun kak....kakak kenapa...?” jelas keadaan
Tasya sangat panik saat itu, ia bingung harus berbuat apa. Sementara dirumahnya
tidak ada siapapun selain mereka berdua. Minggu lalu pembantu di rumahnya
dipulangkan karena mami sudah tak sanggup membayarnya dan mami masih kerja,
mami biasa pulang dari kantor jam 5 sore. Disaat keadaan yang panik itu, Tasya
melakukan berbagai cara untuk meminta tolong. Hingga akhirnya Tasya berusaha
menelpon mami.
“hallo
mami.....? mi...ini Tasya mi, mami cepat pulang ya...kak Anggi mi...kak
Anggi.....” sahutnya benar-benar cemas
begitu mami mengangkat teleponnya.
“ada
apa Tasya? Kamu panik gitu, apa yang terjadi? Kakak mu kenapa?”
“mi....kak
Anggi pingsan mi...dan hidungnya berdarah...”
“ya
Tuhan....Anggi...Anggi sakit lagi? Kita harus bawa dia ke rumah sakit
secepatnya sya, kamu tenang mami segera pulang. Sekarang, kamu coba telpon
ambulan ya nak...”
Tuuuuttt...tuutt...tuuuuuutttt.......
Sesampainya di rumah sakit, Anggi
belum juga sadar, ia masih berbaring lemah dengan jarum infus yang menancap di
lengan kirinya, sementara mami dan Tasya, mereka dengan setia menunggu Anggi,
meski keadaan mereka sangat terpuruk.
**
Di
waktu yang sama namun tempat dan keadaan yang berbeda, seorang lelaki usia sekitar
22 tahun dengan baju yang sedikit basah akibat hujan, ia masuk ke toko komputer bersama ayahnya,
“gak
usah beli yang baru yah, kalau terlalu mahal sayang....lagipula Tristan tahu
ayah gak punya uang begitu banyak untuk membeli laptop baru. Saat ini Tristan
butuh laptop untuk mulai menyusun skripsi yah....itu sih yang buat Tristan
memaksa ayah belikan laptop.”
“Yang
bekas pun tak apa yah, yang penting masih bisa dipakai kan...?” tambah pemuda itu menawar pada ayahnya.
“hmmm....kasihan
sekali kamu nak, tapi kamu benar ayah memang tak bawa cukup banyak uang untuk
belikan kamu laptop baru saat ini. Dan kalau kamu tidak keberatan membeli
laptop bekas, baiklah untuk sementara. Nanti kalau ayah sudah punya uang ayah
ganti dengan yang baru ya nak...” Tristan
mengangguk.
“selamat
sore pak....ada yang bisa kami bantu?”
sapa pelayan toko komputer itu saat Tristan dan ayah tengak-tengok
melihat laptop-laptop yang terpajang di
toko komputer lengkap itu.
“ini
mas, anak saya butuh laptop. Kalau ada, harganya yang tidak terlalu tinggi mas,
yang biasa saja ada gak?”
“kalau
saja saat itu maling gak masuk ke kamar Tristan yah, mungkin gak harus kita
beli laptop second.” keluh Tristan dalam hatinya.
“kalau yang baru, harga laptop di sini hanya
ada dari 6 juta ke atas pak...kalau harganya yang agak miring ada notebook sih
pak, yang 3 jutaan paling murah disini, bagaimana pak?” tawar pelayan toko itu.
“kalau mas butuh laptop yang harganya agak
miring ada sih, tapi second mas. Masih bagus kok, malah baru dijual oleh pemiliknya
kesini tadi pagi.”
“oh
ya? Coba saya lihat mas...” pinta Tristan.
Pelayan
toko itu menunjukan laptop second yang ia tawarkan. Setelah beberapa saat
Tristan dan ayah berunding dan
melihat-lihat keadaan laptop second itu, ternyata memang masih sangat bagus,
hingga akhirnya Tristan memutuskan untuk membeli laptop second itu.
**
Malam pertama dengan laptop baru, Tristan
mulai membuka laptop itu. Saat Tristan membuka document dalam laptop nya, ada 1 file tersisa yang belum terhapus
berjudul “You and Me”. Awalnya Tristan ragu untuk membuka file itu, tapi karena
penasaran akhirnya ia nekat untuk membuka file tersebut.
“Lepy...aku tidak tahu harus pada
siapa lagi aku bercerita, hanya kamu sahabat setia ku yang selalu bersedia
mendengar semua keluh kesah ku. Takdir seringkali dijadikan alasan dalam hidup
siapapun, ya...termasuk aku. Tapi andai saja takdir bisa memutar waktu ke saat
4 tahun yang lalu, saat itu....saat yang tak pernah bisa ku lupakan. Dimana
Tristan benar-benar meninggalkanku dengan nyata, dan untuk selamanya. Bahkan
mungkin ia tak akan pernah sudi memaafkan ku. Dimatanya aku yang bersalah,
menjadi tersangka dalam kecelakaan Sarah yang mengakibatkan kakinya lumpuh
permanen. Hingga semua orang menyalahkanku terkecuali mami dan Tasya. Saat itu
juga dimata semua orang aku adalah manusia paling jahat, namun Tuhan....aku
tahu Engkau maha melihat. Demi apapun aku bersumpah tidak melakukan itu. Saat
ini aku tak bisa berbuat apapun untuk memperbaiki keadaan agar Tristan
memaafkanku, bahkan sekalipun aku berlutut meminta maaf dihadapannya, semua itu
tak akan pernah merubah dia untuk memaafkanku. Sesungguhnya aku tak menginginkan
lebih. Tak menginginkan ia kembali menjadi pacarku, tak menginginkan Tristan
putus dengan Sarah, atau apapun itu. Aku hanya ingin Tristan tidak membenci ku
lagi, dan ia tahu bahwa bukan aku yang melakukan semua itu. CUKUP! Hanya itu.
Oleh sebab itu, aku percaya bahwa takdir bisa menyampaikan aku pada segala
keadaan apapun yang tak pernah aku duga sebelumnya. Tasya, hanya dia
satu-satunya saksi bahwa kecelakaan yang menimpa Sarah 4 tahun yang lalu itu murni kecelakaan bukan karena
siapapun. Saat Sarah kecelakaan, saat itu pula aku baru pulang dari tempat
kursus, bahkan pulang bersama Tasya. Mengapa semua tak ada yang percaya?
Mengapa Tristan tak percaya padaku? Padahal dia mengenalku sangat dekat.
Tapi apa boleh buat, semua orang tahu
Tasya adik ku, maka segala penjelasannya tak ada seorang pun yang percaya.
Cerita palsu yang dibuat Sarah saat itu nyatanya lebih membuat semua orang
percaya dari kejujuran yang aku dan Tasya katakan.
Tuhan....kalau
saja Kau harus menghentikan waktu bagiku, dan Takdir ku cukup sampai saat ini,
hanya 1 yang aku minta. Buktikanlah sebuah kebenaran dimata Tristan bahwa aku
tidak bersalah.....”
Catatan
itu teruntai panjang dalam sebuah lembaran dalam file laptop yang baru saja
Tristan beli, dan ia baru sadar bahwa laptop yang ada di tangannya itu adalah
milik Anggi, mantan pacarnya saat SMA dulu yang hubungannya sempat complicated.
Mendadak
perasaan Tristan kacau sangat tak karuan. Dia bingung harus bagaimana, segala
perasaan bersalah menyelimuti hatinya. Tristan memutuskan mencari Anggi untuk
minta maaf.
Esok
harrinya.....
Pagi
yang cerah itu mengantarkan Tristan ke rumah Anggi. Namun tak ada seorangpun
yang membuka pintu rumah bergaya minimalis itu. Kebetulan seorang gadis
tetangga sebelah Anggi mengahmpiri Tristan.
“maaf
mas, cari siapa ya?”
“eh....mba,
saya bingung mau cari teman saya yang tinggalnya di rumah ini. Tapi kok
sepertinya rumahnya kosong ya mba?”
“memang
siapa temannya mas? Mba Tasya apa mba Anggi? Mereka semua memang sedang tidak
ada di rumah sejak kemarin mas...”
“teman
saya Anggi mba, kalau boleh tahu memangnya lagi pada pergi kemana ya?”
“wah...memangnya
mas gak tahu ya kalau kemarin sore mba Anggi dibawa ke rumah sakit? Pakai mobil
ambulan segala loh mas, mba Anggi sepertinya sakit parah...dengar-dengar sih,
sampai pingsan.”
“Apa?
Anggi lagi di rumah sakit? Sejak kemarin? Di rumah sakit mana ya mba? Saya
ingin kesana.”
“yang
saya tahu mba Anggi dirawat di rumah sakit PELITA mas...”
“oh..begitu
ya, kalau begitu saya permisi dulu mba..terimakasih informasinya....”
Dengan
perasaan yang campur aduk Tristan segera menuju ke rumah sakit dimana Anggi
dirawat.
Hingga akhirnya Tristan sampai di
Rumah sakit. Saat beberapa meter dari ruang rawat Anggi, ia bertemu dengan
Tasya. Tasya terkejut tidak terkira melihat sosok Tristan yang sangat ia benci
yang setelah sekian lama tidak pernah lagi menampakkan diri dihadapannya maupun
Anggi.
“kamu.....??”
“Tasya.....Tasya,
dimana Anggi?” tanya Tristsan dengan segera menghampiri Tasya. Namun sayang,
seorang gadis yang sangat mencintai kakaknya itu justru mendorong Tristan saat
ia mendekat.
“mau
apa kamu kesini? Kak Anggi gak butuh cowok macam kamu!”
“Tasya
plis....aku ingin bertemu Anggi, aku mau minta maaf sama dia....aku mohon
Tasya....!”
“hhh...minta
maaf? Orang buta kayak kamu memangnya punya niat buat minta maaf? Jangan harap
kamu bisa menampakkan wajahmu lagi di depan kak Anggi, yang ada dia akan
semakin sakit. Sayang, sepertinya permintaan maaf kamu trlambat!” cibir Tasya.
“sya,
aku tahu aku salah...oleh karena itu izinkan aku bertemu Anggi untuk minta maaf
sya...aku mohon.....” Tristan hampir berlutut di hadapan Tasya, namun tak lama
kemudian mami datang. Melihat aktifitas Tasya dan Tristan yang sedang berdebat
membuat mami heran begitupula mami tidak menyangka dengan kedatangan Tristan
yang secara tiba-tiba setelah sekitar 4 tahun menghilang.
“Tristan...? kamu...apa yang kamu lakukan
untuk berlutut sama Tasya?” tanya mami heran.
“lihat
mi....! dia tiba-tiba datang mau jenguk kak Anggi! Dia benar-benar tidak tahu
malu, setelah 4 tahun lalu dia memojokan kak Anggi dengan sadisnya, demi
membela pacarnya yang pembohong itu mi, sekarang dia tiba-tiba datang. Dia
bilang mau bertemu kakak? Manusia macam apa dia mi?”
“Tasya,
mengapa kamu seperti itu nak?”
“bagaimana
Tasya tidak membenci orang ini mi, dia sudah buat kak Anggi tersiksa selama 4
ini. Bahkan mungkin juga selama ini kak Anggi sering melamun sampai
sakit-sakitan karena memikirkan fitnah yang menimpanya dulu. Gara-gara orang
ini!”
“sabar
sayang....mami ngerti perasaan kamu. Tapi kamu jangan bersikap seperti itu sama
Tristan. Setiap orang pasti pernah khilaf, dan Tristan adalah salah satu
diantara manusia yang pernah khilaf. Kalau niat dia baik, untuk minta maaf sama
kak Anggi, kenapa harus dilarang? Biarkanlah...” mami berusaha menenangkan Tasya.
“Masuklah
ke dalam nak, Anggi sedang tidur, ia baru sadar tadi malam. Kalau kamu ingin
mengatakan sesuatu padanya, katakanlah pelan-pelan, jangan buat Anggi terkejut
dengan kedatangan mu.” Pinta mami pada
Tristan, dan Tristan masuk ke ruang rawat Anggi seperti yang ia inginkan sejak
tadi.
Tasya
masih nampak khawatir, kalau-kalau Tristan membuat ulah yang tidak-tidak pada
kakaknya.
Anggi, aku sungguh menyesal. Benar
apa kata Tasya, aku manusia buta yang tidak pernah bisa melihat sebuah
kejujuran. Meskipun kamu tidak melihat aku disini, tapi aku percaya hati kamu
bisa merasakan keberadaan aku. Sekali lagi aku minta maaf gi...aku sudah buat
kamu tersiksa karena fitnah Sarah. Sekarang aku tahu kamu tidak bersalah. Aku
mohon cepat sembuh gi dan maafkan aku....
Suara Tristan nyaris terdengar oleh
Tasya dan mami yang sengaja menguping dari balik pintu. Tak lama kemudian Anggi
perlahan membuka mata, seakan ia sudah tahu kalau Tristan ada disampingnya.
“Tristan...aku
senang sekali kamu disini. Aku pikir, aku tidak akan bisa lagi melihatmu. Kamu
sudah maafin aku tan?” suara Angggi yang
masih lemah membuat Tristan merasa agak lega dan senang.
“Anggi..?.kamu
bangun..? tidak, aku yang harusnya minta maaf. Maafin aku gi...”
“sudahlah
tan, lupakan semua itu. Aku sudah merasa senang melihat kamu sekarang ada di
sini dan sudah maafin aku.”
“kemarin,
kamu menjual laptop kamu ke sebuah toko komputer gi?” tanya Tristan tiba-tiba.
“iya, kamu tahu darimana?”
“aku,
aku yang membelinya. Aku yang membeli laptop kamu, dan panjang ceritanya sampai
akhirnya aku membaca cerita kamu yang tersisa di sebuah document. Dan dari situlah aku tahu semua yang sebenarnya gi. Aku bodoh.maafin
aku...”
“oh
ya? Hhh...lepy...lepy, dia memang gadget yang canggih, bukan hanya selalu
menemaniku selama ini, membantuku menyelesaikan tugas, yang selalu bersedia
mendengarkan keluh kesahku, bahkan sampai saat ia bukan milik ku lagi,
dia
bisa-bisanya mengantarkan kamu ke depan mataku,tan...” Tristan tersenyum kecil mendengar jawaban
Anggi.
Segalanya akan berubah
melalui proses, seiring berjalannya waktu. Dan sampai kapan pun tak akan pernah
ada yang bisa merubah bahwa kebenaran akan selalu terbukti, meski kebenaran
akan terbukti dalam 4 tahun atau bahkan waktu yang lebih panjang sekalipun.
By : Amy Ammoura Tjeezty
Singasari - Singaparna
Artikel Terkait:
Lomba
- Daftar Pemenang Lomba Menulis
- Sakura: Diantara Derita dan Harakiri…
- Agus 'n The Backboys (Falling in Leave)
- Agus 'n The Backboys (Kerja Part Time)
- Agus 'n The Backboys (Si Manis Jembatan Gantung)
- Life Reward Me Hello
- Seperti Akuntansi
- Hidupku Kekasihku
- Gerilyawan
- Tips Mengatasi Masalah Cinta
- Aldi Cinta Indonesia Kok, Yah
- Pecandu Rokok
- Indonesia 2099
- Antara Malam dan Kawan
- Mami Minta Pulsa ??
- Di Waktu Yang Tepat
- Tentang Kamu dan Sebuah Rindu
- Sekeping Hati
- Tentang Sepotong Hati
- Berjalan ke pasar
- Pada ujung usia
- Daun diatas bantal
- Menanti Cahaya Pagi
- My Neighbor
- Tepi Romantisme
Cerita Menarik
- Daftar Pemenang Lomba Menulis
- Sakura: Diantara Derita dan Harakiri…
- Agus 'n The Backboys (Falling in Leave)
- Agus 'n The Backboys (Kerja Part Time)
- Agus 'n The Backboys (Si Manis Jembatan Gantung)
- Seperti Akuntansi
- Aldi Cinta Indonesia Kok, Yah
- Pecandu Rokok
- Mami Minta Pulsa ??
- Di Waktu Yang Tepat
- My Neighbor
- Tepi Romantisme
- Jelajah Toba, Samosir, Desa Janjimarapot dan segala kebaikan khas Batak
- Aku Juga Wanita
- I Luph U... Emak
- Epilog Doa III
- Paintball Made In Bagas
- Masih Ada Harapan Untuk Disa
- Es Rosella Untuk Kiara
- Kembalikan Mereka
- Sudah Jatuh Tertimpa Tangga
- Merindukan Izrail
- Sipit
- Komikmu dalam Komikku