Friday, January 25, 2013

Masih Ada Harapan Untuk Disa



Jarum jam telah menunjukkan angka sembilan malam. Namun malam itu Disa masih belum mau beranjak dari bangku taman di depan halaman rumahnya sambil ditemani Kak Candra. Bunda yang berada di kamar tamu menemani Ayah minum wedang jahe dan membaca majalah. “ Bun, sudah jam berapa ini ? “ tanya Ayah. “

SubhanAllah, Bunda hampir lupa, besok Disa kan masuk sekolah.” Dari kejauhan Bunda melihat Disa masih asyik bercengkrama dengan kakaknya. “ Adik, kenapa kok belum tidur, besok kan adik sekolah ?” tanya Bunda. “ Kak, ayo ke rumah pohon lagi, aku mau kakak mengayun aku di sana”. Disa melenggang begitu saja tanpa melihat bunda bertanya kepadanya. Disa merengek-rengek menarik tangan kakanya untuk pergi ke rumah pohon. “ Adikku, Putri yang cantik sekarang waktunya istirahat dulu. Besok kan sang putri bisa bertemu dengan Bela, Nina dan Opang.” Mendengar rayuan kakaknya itu Disa sedikit luluh dan menuruti kemauan Kakak dan Bunda.

Disa adalah anak bungsu dari keluarga Pak Rahmat meskipun Disa termasuk anak yang memiliki kebutuhan khusus, namun anak tersebut memiliki kemampuan daya ingat di atas anak – anak normal. Sudah kedua kalinya ini Disa pindah sekolah . Di sekolah yang pertama orang tuanya ditolak secara halus oleh kepala sekolah karena sekolah tersebut belum memiliki kemampuan untuk mengelola anak – anak yang memiliki kebutuhan khusus seperti Disa.

Matahari mulai malu-malu muncul di atas puncak bukit sebelah timur rumah Disa. Bunda membuka kamar Disa dan membereskan mainan puzzle yang masih berantakan di lantai. “Ayo, adik bangun sudah mau siang nanti adik ditinggal kakak dan ayah.” Disa dengan malas menyembunyikan kepalanya di bantal dan selimut yang masih berantakan. Bunda lalu membuka jendela kamar Disa sehingga kamar itu menjadi terang dan hangat. Melihat seperti itu bukannya Disa langsung bangun namun ia berteriak dan menangis “ Waaaaa….

Waaaa….. Disa pengen tidur, Disa masih pengen ketemu Princess dan Thinkerbell, ihik,…..ihik.” Bunda lalu mengusap kepala Disa sambil berbisik “Adik, Princess dan Thinkerbellnya malu karena Disa belum mandi dan gosok gigi. Nanti kalo gigi Disa berlubang bisa-bisa dicabut sama peri gigi.” Mendengar ucapan bundanya tersebut Disa lalu bangun dan segera ke kamar mandi.

Setelah menyelesaikan sarapan Kak Candra dan Disa lalu bergegas menuju  ke luar karena mobil  sudah siap mengantarkan mereka ke sekolah. Kak Candra mencium tangan Bunda lalu Kak Candra memegang tangan Disa agar mencium tangan Bunda pula. Ayah mengantarkan terlebih dahulu Kak Candra di SMP Negeri 5  lalu setelah itu mengantarkan Disa di sekolahnya.

Ustad dan Ustadzah telah siap berada di depan pintu gerbang menanti para siswa yang datang di sekolah pagi itu. Para siswa mencium tangan ustad dan ustadzah serta memberi salam kepada mereka. Disa dengan santainya mencium tangan Ustadzah Rahma. “ Disa,… ayo bilang apa ? “ tanya Ustadzah. “ Assalammualiakum, Us.” Kata Disa.

Seperti biasa hari itu Disa belajar bersama teman-temannya. Disa senang bila duduk berkelompok dengan Bela, Nina dan Opang, karena ketiga anak itu selalu mengerti dan memahami keterbatasan dan kemauan Disa. Pada hari itu Ustadzah memberi informasi bahwa penjaringan siswa berbakat yang akan dikirim ke tingkat kota akan diadakan besok.  Para siswa senang dan bersemangat terlebih lagi Eno siswa yang selalu langganan juara sebelum Disa masuk kelas 4 di sekolah tersebut.

“Bunda Disa berangkat dulu ya….doakan Disa agar berhasil hari ini.” Mendengar kata-kata yang keluar dari Disa tersebut Bunda terkejut dan heran. “ Hei, Dis…. Apa kamu udah siap. Kami juga ikut lho.” Kata Bela. “ Aku tadi malam  udah belajar 2 jam dengan mamaku.” Kata Opang. “Wah, kalian pasti sungguh-sungguh kali ini ya…, kalo kamu bagaimana Nin?” Tanya Disa “Maaf  tadi malam aku tidak belajar, soalnya ibu menyuruh aku membantu melayani pembeli martabak yang ramai malam tadi.”Kata Nina. Dari kejauhan Eno hilir-mudik melihat bangku yang sudah rapi disiapkan untuk ujian hari itu. “Aku pasti yang terpilih menjadi siswa yang akan dikirimkan untuk olimpiade tahun ini, lihat aja nanti” sumbar Eno.

“Baiklah anak-anak jika kalian sudah siap kita berdoa dulu setelah itu siapkan alat tulis kalian di atas bangku.” Kata Ustadzah Rahma.  Semua siswa duduk dengan tenang dan wajah mereka terlihat serius melihat lembar soal yang ada di meja mereka masing-masing. “Hei, Dis.. coba kamu lihat di bawah kolong mejamu ada kejutan untukmu.” Kata Eno Disa pada mulanya tidak menghiraukan kata-kata Eno. Namun karena penasaran konsentrasi Disa jadi tidak fokus. Dirabanya bagian bawah kolong mejanya. Ternyata ada sebuah bungkusan plastik kecil yang terkait erat dengan selotip, di dalam plastik itu ada sekumpulan benda-benda yang bergerak cepat dan  membuat tangan Disa menjadi geli. Setelah bungkusan plastik itu dicabut dan dikeluarkan betapa terkejutnya Disa “ Waaa….Waaa….aku takut tolong!” mendadak kelas menjadi ramai dan riuh “Bunda….. kakak….. Disa takut, Bunda Disa benci belalang!” Disa berlari keluar kelas tidak menghiraukan apapun dan terus berlari hingga ia jatuh terjerembab menabrak rak sepatu. Lantai halaman kelas saat itu masih basah karena Pak Jupri baru mengepel lantai bekas minuman anak-anak yang terjatuh tak sengaja saat itu.

Hari itu juga Disa harus di bawa ke rumah sakit terdekat karena tulang jari tangannya ada yang retak. “ Bunda aku pengen ikut olimpiade tahun ini…ihik, ihik” kata Disa “Adik olimpiade kan masih bisa diikuti tahun depan, sekarang yang penting adik sembuh dulu ya.” Kata Bunda yang saat itu menunggu Disa di kamar rumah sakit.

“Anak-anak Ustdzah sering memberi kalian nasihat arti penting kejujuran. Hari ini ustdazah ingin satu dari kalian mau manceritakan kronologi kejadian kemarin dengan jujur.” Kelas menjadi hening dan tenang. “ Ustadzah, tadi pagi saya melihat Eno mengumpulkan belalang dari halaman belakang sekolah” Kata Opang. “Hei,…kamu jangan sembarangan menuduh ya, mentang-mentang kamu teman dekat Disa.Tadi pagi aku ke kantin membeli roti bakar.” Sambung Eno. “Baiklah, kalau kalian masih bersikukuh dengan pendapat kalian masing-masing, ustadzah akan memanggil polisi ke sekolah untuk menanyakan kalian satu-persatu” kata ustadzah. “engh….engh….jangan us nanti kalau saya ditangkap bagaimana?” Kata Eno ketakutan. Setelah mendengar ancaman ustadzah Rahma itu baru Eno menceritakan kronologi dan permasalahannya di kantor kepala sekolah bersama ustadzah. Eno mengakui semua perbuatannya karena Eno merasa iri dan tersaingi oleh Disa. “Eno, bersaing itu boleh-boleh aja asalkan harus jujur dan sportif, ustadzah hanya ingin kalian bisa belajar dan meraih prestasi bersama-sama.” Kata Ustadzah

“Assalammualaikum, bagaimana kabarmu hari ini Dis?” Tanya ustadzah “Disa masih shock dengan kejadian kemarin, Us ia sedih karena tidak bisa mengikuti pemilihan siswa yang akan dikirim ke olimpiade tahun ini.” Kata Bunda. “Disa, ustadzah punya kejutan dan kabar bagus. Setelah sembuh nanti Disa masih bisa ikut ujian pemilihan olimpiade” mendengar ucapan Ustdazah itu Disa menjadi semangat “Benar, us Disa bisa ikutan lagi….”kata Disa “ Iya, nanti Disa ikut ujian susulan. Olimpidenya digelar masih empat bulan lagi. Ustadzah sudah bilang dengan kepala sekolah”

“Hore, asik aku masih bisa ikut olimpiade, bunda….Disa masih bisa ikut olimpiade”
“Tapi Ustadzah juga punya kejutan yang lain lagi. Coba kamu lihat di depan pintu itu !”
Eno menghampiri Disa yang tiba-tiba cemberut saat itu “Dis…aku minta maaf karena perbuatanku kamu menjadi begini” mulanya Disa enggan memaafkan perbuatan Eno tapi dengan dorongan dari Nina, Opang dan Bela dengan lapang Disa memaafkan perbuatan Eno. Pagi itu juga semua menjadi tersenyum dan Disa menjadi ceria kembali.

By : Rudi Ircham
Perum PPS - Gresik




Artikel Terkait:

0 Comments
Tweets
Komentar FB

0 komentar :

Post a Comment