Diriku memang tak secakep kang Habiburrahman el-shirazy dalam mendiskripsikan suasana sehingga seolah-olah nyata merasakannya. Diriku juga tak sebijak Pipit Senja dalam mennyajikan tulisan dengan bahasa yang ringan dan fleksibel. Tapi satu yang kupunya, kutulis biografi ini dengan kesaksían hati. Tanpa menambahkan dan menguranginya, ini lah kisah nyata ku.
Satu cerita yang masih segar dalam íngatanku sampaì sedini ini. walau semua hari-hariku bersama ibu adalah kísah terindah yang tak bisa kulupakan. Yupz…sepertì yang lihat pada secarcik foto tersebut. sejujurnya itu bukanlah fotoku bersama ibu, melaìnkan foto kakak ku yang paling kecil. Tapi ku memíliki alibi untuk itu semua. Satu kebìasaan yang tak bisa kulupakan dari sosok ìbuku. kebiasaannya mengajakku melihat langit.
Mungkin kedengarannya terlalu sederhana. Kebiasaan itu sering dìlakukan ibuku sewaktu sore menjelang maghrìb. kala itu aku masih duduk di bangku SD, masa dìmana pertanyaan kritis seríng terlontar dariku. Tentunya selalu membuat ìbuku ekstra hati-hati dalam menjawabnya. Satu pertanyaan yang sempat membuat ibuku bíngung menjawabnya, yaitu : “mengapa Allah mencíptakan langit?”. Secara rasìonal hampir tak mungkin seorang sepertì ìbuku yang hanya tamatan SD kelas V, bisa menjawabnya. boro-boro dijawab berdasarkan ílmu, mungkin pun untuk menjelaskan dengan bahasa seharì-harì juga plenat-plenot. tapi kala itu dengan nada dan ekspresi yang meyakinkan, ìbuku menjawab: ”supaya bumi punya kawan nak, makanya sering disebutkan setelah kata langit, ada kata bumí”. Aku puas dengan iawaban ibu, betapa tidak? Aku yang kala itu masih kecil tak butuh alasan yang ilmiah karena toh juga gak bakalan ngertì. yang kubutuhkan adalah jawaban sederhana yang mampu yang kupahami, karena nyatanya ku kan bèrtamábah besar dan mendapàtkan alasáń itu lebih eksplisit lagi ketìka mendudukì jenjang pendìdikán yang lebih tinggì.
Setìap kalí ibu mengajakku duduk melihat langit, ibu selalu mencìptakan sebuah lagu tentang “langit” tapì lirik dan lagunya ia karang sendìri. Kalo sudah seperti itu, aku sering merasa malu, bahkan tak jarang kusuruh íbuku diam, kalo gak mau diam juga maka aku yang pergi jauh meninggalkan ibu. karena memang rasa gengsi ku begitu besar. tak berlebihan jika dikatakan aku radak-radak durhaka (naudzubillah). Tapi ibu hanya tersenyum tìpis dan melanjutkan lagì bernyayi dengan volume yang semakin lama semakin mengécìl. lbuku memang sangat menyukai icon langit, bahkan seminggu sebelum kontraknya habis didunia ini, día pergì melihat langìt tanpa mengajakku..tidak biasanya seperti itu, bahkan diam-diam kulihat dari kejauhan, tatapannya kosong dan ketìka mendapatiku sedang mengintipnya, lalu ia memanggìlku. kemudian menciumi kedua pipi dan keningku dengan berulang-ulang, sementara aku seperti biasa melakukan perlawanan. Entah kenapa tiba-tiba ibu berkata “sepertinya awan akan menangis”. Itulah akhir kalínya aku dan ibu bersama melihat iangit.
Tepat di tanggal 2003, kontrak íbuku habis, Alhamdulillah dalam keadaan ‘khusnul khatìmah yaitu melahìrkan adikku yang terkecil. suasana asing sudah mulai mendekatìku. disaat itu, setìap ku pulang ke rumah, yang ada hanya dapur yang sepi, kamar yang hampa, baju yang bergantungan. tak ada lagi yang menyambut kepulanganku dengan senyuman, tak ada lagì yang selalu menemaniku pergì kekamar mandi dimalam harì… tak ada lagi yang suka mengajakku melìhat langit..tak ada lagi..dan tak ada lagì…
Sampaì sedini ini, terkadang aku menangis melihat langit, adikku yang paling kecil suka mengatakan “awan menangis” ketika hari hendak hujan. padahal tak ada Sátupun dari kami yang mengajarinya. Setíap mendengarkan lagu Melly Goesìow dan Shouthul Haroqah, maka hati dan píkìranku kan terkontamìnasì memikirkan seseorang..yaìtu IBU…
Aku bersyukur terlahir darí rahìm seorang ibu yang mempesona. walau mìrisnya, aku terlambat menyadarinya. Disaat anak Iain memberìkan hadiah buat ibunya di moment yang katanya spesial ini, maka aku juga tak kalah romantís dalam mengekspresìkan rasa kasih sayang buat malaikat yang pernah menjagaku, yaítu: DOA IKHLAS nan GRATIS yang selalu kutítípkan. aku íngat jelas kata-kata itu darímu….”l love u emak“^_^
Satu cerita yang masih segar dalam íngatanku sampaì sedini ini. walau semua hari-hariku bersama ibu adalah kísah terindah yang tak bisa kulupakan. Yupz…sepertì yang lihat pada secarcik foto tersebut. sejujurnya itu bukanlah fotoku bersama ibu, melaìnkan foto kakak ku yang paling kecil. Tapi ku memíliki alibi untuk itu semua. Satu kebìasaan yang tak bisa kulupakan dari sosok ìbuku. kebiasaannya mengajakku melihat langit.
Mungkin kedengarannya terlalu sederhana. Kebiasaan itu sering dìlakukan ibuku sewaktu sore menjelang maghrìb. kala itu aku masih duduk di bangku SD, masa dìmana pertanyaan kritis seríng terlontar dariku. Tentunya selalu membuat ìbuku ekstra hati-hati dalam menjawabnya. Satu pertanyaan yang sempat membuat ibuku bíngung menjawabnya, yaitu : “mengapa Allah mencíptakan langit?”. Secara rasìonal hampir tak mungkin seorang sepertì ìbuku yang hanya tamatan SD kelas V, bisa menjawabnya. boro-boro dijawab berdasarkan ílmu, mungkin pun untuk menjelaskan dengan bahasa seharì-harì juga plenat-plenot. tapi kala itu dengan nada dan ekspresi yang meyakinkan, ìbuku menjawab: ”supaya bumi punya kawan nak, makanya sering disebutkan setelah kata langit, ada kata bumí”. Aku puas dengan iawaban ibu, betapa tidak? Aku yang kala itu masih kecil tak butuh alasan yang ilmiah karena toh juga gak bakalan ngertì. yang kubutuhkan adalah jawaban sederhana yang mampu yang kupahami, karena nyatanya ku kan bèrtamábah besar dan mendapàtkan alasáń itu lebih eksplisit lagi ketìka mendudukì jenjang pendìdikán yang lebih tinggì.
Setìap kalí ibu mengajakku duduk melihat langit, ibu selalu mencìptakan sebuah lagu tentang “langit” tapì lirik dan lagunya ia karang sendìri. Kalo sudah seperti itu, aku sering merasa malu, bahkan tak jarang kusuruh íbuku diam, kalo gak mau diam juga maka aku yang pergi jauh meninggalkan ibu. karena memang rasa gengsi ku begitu besar. tak berlebihan jika dikatakan aku radak-radak durhaka (naudzubillah). Tapi ibu hanya tersenyum tìpis dan melanjutkan lagì bernyayi dengan volume yang semakin lama semakin mengécìl. lbuku memang sangat menyukai icon langit, bahkan seminggu sebelum kontraknya habis didunia ini, día pergì melihat langìt tanpa mengajakku..tidak biasanya seperti itu, bahkan diam-diam kulihat dari kejauhan, tatapannya kosong dan ketìka mendapatiku sedang mengintipnya, lalu ia memanggìlku. kemudian menciumi kedua pipi dan keningku dengan berulang-ulang, sementara aku seperti biasa melakukan perlawanan. Entah kenapa tiba-tiba ibu berkata “sepertinya awan akan menangis”. Itulah akhir kalínya aku dan ibu bersama melihat iangit.
Tepat di tanggal 2003, kontrak íbuku habis, Alhamdulillah dalam keadaan ‘khusnul khatìmah yaitu melahìrkan adikku yang terkecil. suasana asing sudah mulai mendekatìku. disaat itu, setìap ku pulang ke rumah, yang ada hanya dapur yang sepi, kamar yang hampa, baju yang bergantungan. tak ada lagi yang menyambut kepulanganku dengan senyuman, tak ada lagì yang selalu menemaniku pergì kekamar mandi dimalam harì… tak ada lagi yang suka mengajakku melìhat langit..tak ada lagi..dan tak ada lagì…
Sampaì sedini ini, terkadang aku menangis melihat langit, adikku yang paling kecil suka mengatakan “awan menangis” ketika hari hendak hujan. padahal tak ada Sátupun dari kami yang mengajarinya. Setíap mendengarkan lagu Melly Goesìow dan Shouthul Haroqah, maka hati dan píkìranku kan terkontamìnasì memikirkan seseorang..yaìtu IBU…
Aku bersyukur terlahir darí rahìm seorang ibu yang mempesona. walau mìrisnya, aku terlambat menyadarinya. Disaat anak Iain memberìkan hadiah buat ibunya di moment yang katanya spesial ini, maka aku juga tak kalah romantís dalam mengekspresìkan rasa kasih sayang buat malaikat yang pernah menjagaku, yaítu: DOA IKHLAS nan GRATIS yang selalu kutítípkan. aku íngat jelas kata-kata itu darímu….”l love u emak“^_^
By : Maghfiratul Hayat
Kuala Simpang - Aceh Tamiang
Artikel Terkait:
Lomba
- Daftar Pemenang Lomba Menulis
- Sakura: Diantara Derita dan Harakiri…
- Agus 'n The Backboys (Falling in Leave)
- Agus 'n The Backboys (Kerja Part Time)
- Agus 'n The Backboys (Si Manis Jembatan Gantung)
- Life Reward Me Hello
- Seperti Akuntansi
- Hidupku Kekasihku
- Gerilyawan
- Tips Mengatasi Masalah Cinta
- Aldi Cinta Indonesia Kok, Yah
- Pecandu Rokok
- Indonesia 2099
- Antara Malam dan Kawan
- Mami Minta Pulsa ??
- Di Waktu Yang Tepat
- Tentang Kamu dan Sebuah Rindu
- Sekeping Hati
- Tentang Sepotong Hati
- Berjalan ke pasar
- Pada ujung usia
- Daun diatas bantal
- Menanti Cahaya Pagi
- My Neighbor
- Tepi Romantisme
Cerita Menarik
- Daftar Pemenang Lomba Menulis
- Sakura: Diantara Derita dan Harakiri…
- Agus 'n The Backboys (Falling in Leave)
- Agus 'n The Backboys (Kerja Part Time)
- Agus 'n The Backboys (Si Manis Jembatan Gantung)
- Seperti Akuntansi
- Aldi Cinta Indonesia Kok, Yah
- Pecandu Rokok
- Mami Minta Pulsa ??
- Di Waktu Yang Tepat
- My Neighbor
- Tepi Romantisme
- Jelajah Toba, Samosir, Desa Janjimarapot dan segala kebaikan khas Batak
- Aku Juga Wanita
- Epilog Doa III
- Paintball Made In Bagas
- Masih Ada Harapan Untuk Disa
- Es Rosella Untuk Kiara
- Kembalikan Mereka
- Gadget and Love
- Sudah Jatuh Tertimpa Tangga
- Merindukan Izrail
- Sipit
- Komikmu dalam Komikku